Menurut para Funding fathers ketika Indonesia
memasuki masa-masa persiapan proklamasi kemerdekaannya tidak terlepas dari
pilihan bentuk negara Indonesia yang merdeka. Untuk menentukan pilihan tersebut
tidaklah mudah bagi para pendiri karena pilihan tersebut merupakan pilihan yang
bijaksana, visioner dan memiliki perspektif yang dalam. Pada masa awal
kemerdekaan isu persatuan dan kesatuan bangsa menjadi isu terpenting bagi
proklamator RI Soekarno dan Mohammad Hatta. Tema yang ditekankan pada masa itu
adalah penanaman kesadaran berbangsa, cinta tanah air dan sosialisme Bhenika
Tunggal Ika. Akan tetapi, disana-sini terdapat gangguan berupa pemberontakan
daerah atas pusat. Pemberontakan ini menjadi sebuah keharusan sejarah demi
tercapainya kematangan negara kesatuan. Hanya saja pada masa orde baru,
penanaman kesadaran persatuan dan kesatuan bangsa lebih dilakukan dengan cara
represif, sehingga kesadaran sebagai bangsa yang bersatu dalam wadah NKRI
menjadi artikulatif. Yang berdampak pada longgarnya rasa nasionalisme, hal ini
terbukti ketika orde reformasi lahir tahun 1998. Pada masa itu, terdapat
tuntutan di segala bidang kehidupan yang menjadi agenda terpenting, yang
menghasilkan tuntutan kebablasan
dengan munculnya beberapa daerah untuk merdeka.Ketidakpuasan daerah pada masa
orde baru menjadi peletup tuntutan tersebut. Perasaan bahawa pusat menjarah,
menindas, dan menjajah daerah kaya sumber daya alam melahirkan rasa
ketidakadilan daerah pusat.
Ikatan kedaerahan yang terus
menguat makin memperlemah rasa kesatuan berbangsa dan bertanah air.Tanpa mesti
memakai media kekerasan, sementara waktu memang dapat dipahami tuntutan
sebagian daerah karena ketidakpuasan mereka terhadap pusat. Ekpose atas
ketidakpuasan tersebut memang diperlukan semata-mata untuk menyadaradarkan
pusat bahwa rasa ketidakadilan daerah bukan lagi menjadi rahasia umum dan di
atas kertas. Program otonomi
daerah,pusat benar-benar menyadari akan pentingnya pemerataan ekonomi dan
keadilan sosial terhadap seluruh daerah. Terbukti dengan perlakuan pusat
terhadap daerah Aceh dan Irian Jaya yang memberikan otonomi khusus kepada
mereka ( 2 daerah yang berpotensi membentuk negara sendiri).
Contoh lain lepasnya pulau
Sipadan dan Ligitan berdasarkan keputusan Mahkamah internasional harus
dijadikan pelajaran berharga, karena hal ini bisa terjadi juga pada
daerah-daerah lain. Lepasnya Timtim, pulau Sipadan dan Ligitan hanya diputuskan
oleh seorang presiden dan secara administratif oleh pemerintah. Padahal masalah
yang menyangkut hajad hidup orang banyak harus melibatkan DPR. Akan tetapi
setelah kejadian DPR baru ribut dan menggunakan hak interpelasinya untuk
menanyai presiden padahal semuanya sudah diputuskan mahkamah internasional.
Dalam kaitannya dengan
otonomi daerah, otonomi daerah akan memeperkokoh NKRI. Sehingga struktur geografis
yang terhampar luas dengan kemajemukan masyarakat perlu diakomodasi melalui
desentralisasi untuk menciptakan efisiensi dan inovasi dalam pemerintahan,
serta menjamin integrasi bangsa. Kekhawatiran penerapan otonomi daerah yang
lausa akan menciptakan disintegritas bangsa sangat mengada-ada karena dalam
sejarah di sejumlah negara di dunia belum pernah ada local goverment yang memberontak karena diberi otonomi. Sebaliknya,
pemerintah daerah yang tidak memberi otonomi cenderung ingin berusaha lepas
dari induknya. Dengan memberikan otonomi daerah kepada kelompok-kelompok
masyarakat di wilayah masing-masing lokal dapat terakomodasikan. Dengan
demikian akan terwujud within diversity
dan diversity in unity.
Akan tetapi urgensi otonomi,
dimana gelombang demokratisasi makin menyebar pada seluruh pemerintahan di
dunia. Untuk menciptakan demokratisasi dalam pemerintahan, salah satu aspek
yang ahrus dipenuhi adalah desentralisasi pemerintahan. Politik desentralisasi
tersebut penting karena efisiensi dan inovasi
serta memberikan kesan adanya demokratisasi dalam pemerintahan.
Konflik-konflik
karena krisis politik tersebut, termasuk pula krisis ekonomi yang sudah melanda
Indonesia sejak tahun 1997, diyakini dapat diatasi melalui rekonsiliasi
nasional dengan melakukan program reformasi. Akan tetapi rekonsilisasi ini
hanya berlangsung di pusat saja. Sehingga perlu adanya upaya untuk
menyelesaikan konflik di daerah. Oleh karena itu lahirlah gagasan negara
federal sebagai solusi untuk konflik-konflik yang terjadi di daerah. Negara
federal hanya cocok dilaksanakan di negara-negara dengan karakteristik
tertentu, dan nampaknya Indonesia belum memenuhi karakteristik tersebut.
Dengan
demikian untuk sementara NKRI adalah pilihan final yang membuat perhatian kita
sebagai bangsa hanya tertuju untuk kemakmuran negara ini, mengurangi
kemiskinan, dan menekan habis rasa ketidakadilan. Kedepannya konsep negara
federal mungkin dapat dipertimbangkan kerena memang lebih menjamin keadilan,
namun saat ini tidak ada pilihan lain kecuali mempertahankan NKRI.