Kurs (exchange rate) : adalah perbandingan
nilai atau harga antara dua nilai mata uang dan mata uang tersebut dapat
ditukarkan atau diperjualbelikan.
Berdasarkan perkembangan system moneter internasional sejak
berlakunya Bretton Woods system pada tahun 1944, pada umumnya dikenal beberapa
macam system penetapan kurs valas atau forex rate, yakni sebagai berikut :
- 1. Sistem kurs tetap/ stabil ( Fixed exchange rate system)
Sistem kurs ini ditentukan melalui kebijakan Pemerintah
untuk menstabilkannya. Jadi kurs itu akan berlaku untuk seluruh jenis transaksi
yang melibatkan dua atau lebih mata uang yang berbeda. Bila kurs itu naik
ataupun turun, pemerintah dalam hal ini pemegang otoritas moneter harus
berusaha mengembalikan pada kurs yang sudah ditetapkan. Jika pasar kelebihan
penawaran yang berakibat kurs turun atau lebih rendah dari harga kurs tetap
pemerintah membeli valuta asing. Dengan pembelian ini permintaan akan
mengurangi penawaran yang mengakibatkan harga kembali ke kurs tetap. Tetapi
dapat pula berlaku sebaliknya ketika pasar kelebihan permintaan, artinya
kurs naik melebihi harga patokan pemerintah menjual valuta asing yang ada
cadangan untuk menambah penawaran.
- 2. Sistem kurs mengambang (Floating Exchange Rate)
Nilai tukar suatu mata uang atau valas ditentukan oleh
kekuatan permintaan dan penawaran pada bursa valas.
- Freely floating rate
Sistem nilai tukar yang ditentukan oleh mekanisme pasar
tanpa ada intervensi dari pemerintah
- Managed floating rate
Sistem nilai tukar ditentukan oleh mekanisme permintaan dan
penawaran namun pemerintah dapat juga memengaruhi nilai tukar melalui
intervensi pasar apabila kurs naik atau turun melebihi batas yang ditentukan.
- 3. Sistem kurs terkait (Pegged Exchange Rate)
Sistem nilai tukar ini dilakukan dengan mengaitkan nilai
mata uang suatu Negara dengan nilai mata uang Negara lain atau sejumlah mata
uang tertentu.
Perbedaan
Sistem Penetapan Kurs
No.
|
Fixed
Exchange Rate
|
Floating
Exchange Rate
|
Pegged
Exchange
|
|
Freely Floating
|
Managed Floating
|
|||
1
|
Mensyaratkan
cadangan devisa yang besar dan dapat menimbulkan pasar gelap
|
Pemerintah tidak
perlu menyediakan cadangan devisa untuk mengendalikan pasar
|
Pemerintah perlu
memiliki cadangan dana yang cukup untuk menjaga kestabilan nilai tukar mata
uang
|
Tidak ada
pembatasan mengenai penggunaan valuta asing
|
2
|
Mampu memberikan
kepastian nilai tukar
|
Tidak ada pasar
gelap seperti yang terjadi pada system kurs tetap
|
Fleksibilitas
cukup tinggi dalam melakukan penyesuaian terhadap kondisi pasar
|
Mata uang dalam
negeri tidak konvertabel terhadap emas
|
3
|
Kurangnya
fleksibilitas kurs mata uang jika terjadi perubahan-perubahan dalam pasar
|
Tidak ada
pembatasan penggunaan valas
|
Persamaan
Sistem Penetapan Kurs
No.
|
Fixed
Exchange Rate
|
Floating
Exchange Rate
|
Pegged
Exchange
|
|
Freely Floating
|
Managed Floating
|
|||
1
|
Adanya intervensi
pemerintah
|
Adanya intervensi pemerintah
|
Adanya intervensi pemerintah
|
Adanya intervensi pemerintah
|
2
|
Cerminan antara
kekuatan permintaan dan penawaran
|
Cerminan antara
kekuatan permintaan dan penawaran
|
Cerminan antara kekuatan permintaan dan
penawaran
|
Cerminan antara kekuatan permintaan dan
penawaran
|
- Sistem penetapan kurs di Indonesia
Bank Indonesia
mempunyai satu tujuan tunggal yakni mencapai dan menjaga kestabilan nilai
rupiah. Hal ini mengandung dua aspek yakni kestabilan nilai mata uang rupiah
terhadap barang dan jasa yang tercermin pada laju inflasi; serta kestabilan
nilai mata uang rupiah terhadap mata uang negara lain yang tercermin pada
perkembangan nilai tukar. Dari segi pelaksanaan tugas dan wewenang, Bank Indonesia menerapkan prinsip akuntabilitas dan
transparansi melalui penyampaian informasi kepada masyarakat luas secara
terbuka melalui media massa
setiap awal tahun mengenai evaluasi pelaksanaan kebijakan moneter, dan serta
rencana kebijakan moneter dan penetapan sasaran-sasaran moneter pada tahun yang
akan datang. Informasi tersebut juga disampaikan secara tertulis kepada
Presiden dan DPR sesuai dengan amanat Undang-Undang
Berdasarkan undang-undang Republik Indonesia nomor 3 tahun
2004 tentang perubahan atas undang-undang republik indonesia nomor 23 tahun
1999 tentang bank Indonesia. Pada pasal 10, Bank Indonesia berwenang:
- menetapkan sasaran-sasaran moneter dengan memperhatikan sasaran laju inflasi;
- melakukan pengendalian moneter dengan menggunakan cara cara yang termasuk tetapi tidak terbatas pada:
- Operasi pasar terbuka di pasar uang baik rupiah maupun valuta asing;
- penetapan tingkat diskonto;
- penetapan cadangan wajib minimum;
- pengaturan kredit atau pembiayaan.
Pada kebijakan implementasi kurs yang digunakan di Indonesia,
BI telah melakukan berbagai cara yakni :
- Periode Sistem Nilai Tukar Tetap dan Sistem Nilai Tukar Mengambang Ketat:
- Nopember 1978 dari Rp425 per dolar menjadi Rp625 per dolar
- Maret 1983 dari Rp625 per dolar menjadi Rp825 per dolar
- September 1986 dari Rp1134 per dolar menjadi Rp1644 per dolar
- Periode Sistem Nilai Tukar mengambang Fleksibel:
Bank Indonesia
melakukan 8 kali pelebaran pita intervensi yaitu
- September 1992 dari Rp6 (0,25%) menjadi Rp10(0,50%)
- Januari 1994 dari Rp10 (0,50%) menjadi Rp20 (1%)
- September 1994 dari Rp20 (1%) menjadi Rp30 (1,5%)
- Mei 1995 dari Rp30 (1,5%) menjadi Rp44 (2%)
- Desember 1995 dari Rp44 (2%) menjadi Rp66 (3%)
- Juni 1996 dari Rp66 (3%) menjadi Rp118 (5%)
- September 1996 dari Rp118 (5%) menjadi Rp192 (8%)
- Juli 1997 dari Rp192 (8%) menjadi Rp304 (12%)
Secara garis besar, sejak tahun 1970, Indonesia telah menerapkan
tiga sistem nilai tukar, yaitu sistem nilai tukar tetap mulai tahun 1970 sampai
tahun 1978, sistem nilai tukar mengambang terkendali sejak tahun 1978, dan
sistem nilai tukar mengambang bebas (free floating exchange rate system) sejak
14 Agustus 1997.
Indonesia mulai menerapkan sistem nilai tukar mengambang bebas pada periode
1997 hingga sekarang. Sejak pertengahan
Juli 1997, Rupiah mengalami tekanan yang mengakibatkan semakin melemahnya nilai
Rupiah terhadap US Dollar. Tekanan tersebut diakibatkan oleh adanya currency
turmoil yang melanda Thailand
dan menyebar ke negara-negara ASEAN termasuk Indonesia. Untuk
mengatasi tekanan tersebut, Bank Indonesia melakukan intervensi baik
melalui spot exchange rate (kurs langsung) maupun forward exchange rate (kurs
berjangka) dan untuk sementara dapat menstabilkan nilai tukar Rupiah.
Namun untuk selanjutnya tekanan terhadap depresiasi Rupiah semakin meningkat.
Oleh karena itu dalam rangka mengamankan cadangan
devisa yang terus berkurang, pada tanggal 14 Agustus 1997, Bank Indonesia
memutuskan untuk menghapus rentang intervensi sehingga nilai tukar Rupiah
dibiarkan mengikuti mekanisme pasar.
Dengan diberlakukannya sistem yang terakhir ini, nilai
tukar rupiah sepenuhnya ditentukan oleh pasar sehingga kurs yang berlaku adalah
benar-benar pencerminan keseimbangan antara kekuatan penawaran dan permintaan.
Untuk menjaga stabilitas nilai tukar, Bank Indonesia
pada waktu-waktu tertentu melakukan sterilisasi di pasar valuta asing,
khususnya pada saat terjadi gejolak kurs yang berlebihan.