1.
PENDAHULUAN
Pada setiap perekonomian
dengan sistem perekonomian
apapun, pemerintah senantiasa
memegang peranan yang
penting.
Dalam hal ini fokus pada kewajiban pemerintah menyediakan
barang/jasa yang dibutuhkan masyarakat.
Meskipun untuk
mewujudkan tujuan secara
efektif dan efisien
seringkali pemerintah masih dihadapkan
pada banyak persolan,
seperti: keterbatasan akses
informasi yang
menyebabkan kebijakan yang
dikeluarkan menimbulkan ekses
distorsi. Serta masih maraknya Kolusi,
Korupsi, dan Nepotisme (KKN). KKN
merebak pada semua pilar penting
negara, dari mulai eksekutif (birokrasi
yang korup), legislatif
(penyalahgunaan APBN/APBD), hingga
yudikatif (mafia peradilan).
Salah satu kegiatan
pemerintah yang memungkinkan
terjadinya KKN adalah
pengadaan barang/jasa. Proses pengadaan barang/jasa di
Indonesia diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan
Barang dan Jasa Pemerintah (Presiden
RI, 2010). Penjelasan Peraturan
Presiden Nomor 54
Tahun 2010 tentang
Pengadaan Barang dan
Jasa Pemerintah menyatakan bahwa tata pemerintahan yang baik dan bersih
(Good Governance and Clean Government)
adalah seluruh aspek
yang terkait dengan kontrol dan
pengawasan terhadap kekuasaan yang dimiliki
Pemerintah dalam menjalankan
fungsinya melalui institusi
formal dan informal.
Pelaksanaan prinsip Good Governance and Clean Government dilakukan
melalui peningkatan kualitas
pelayanan publik melalui penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan bersih perlu didukung dengan
pengelolaan keuangan yang efektif, efisien,transparan, dan akuntabel.
Mulai tahun 2012, seluruh
kegiatan pengadaan barang dan jasa pemerintah akan dilaksanakan dengan
mekanisme pelelangan on-line melalui Layanan Pengadaan Secara Elektronik
(LPSE). Tulisan ini bertujuan untuk memaparkan
garis besar proses pengadaan barang dan jasa di Indonesia
serta e-procurement sebagai sebagai inovasi
pengadaan barang dan jasa di Indonesia. Pengadaan secara elektronik (e-procurement)
pada prinsipnya adalah mengubah pola pikir, dari sesuatu yang sifatnya
manual dan rawan penyalahgunaan menjadi sistem yang elektronik sistemik yang
mengurangi tatap muka, sehingga secara otomatis mengurangi kecurangan. Sistem e-procurement
ini adalah sebuah tren global yang tidak bisa kita hindari, sehingga
sosialisasi lelang secara online menjadi sebuah keharusan bagi semua dan semua
pihak terkait memiliki akses informasi yang sama mengenai hal ini.
2. METODE
PENULISAN
Kajian ini merupakan
kajian deskriptif mengenai pelaksanaan pengadaan barang dan jasa pemerintah di Indonesia.
Kajian deskriptif terhadap pengadaan barang dan jasa di Indonesia
dilakukan melalui studi literature dengan mengumpulkan berbagai teori,
peraturan perundangan, dan berbagai informasi yang relevan. Jenis data yang
digunakan adalah data sekunder dalam bentuk kuantitatif, yakni laporan keuangan
dari perusahaan dalam bentuk neraca dan laporan rugi-laba. Data diperoleh
dengan cara menghimpun dan mempelajari berbagai bahan tertulis dan literatur
yang berhubungan dengan analisis laporan keuangan. Studi pustaka bertujuan
untuk mendapatkan landasan teoritis yang berguna sebagai tolok ukur dalam
membahas dan menganalisa data serta mengambil kesimpulan dan saran dalam
analisis laporan keuangan perusahaan tertentu.
3.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Garis Besar Pengadaan Barang dan Jasa di Indonesia
Undang-Undang Nomor 1
Tahun 2004 Pasal 3, menyatakan bahwa semua pengeluaran negara/daerah yang
sesuai dengan program pemerintah pusat/daerah dibiayai dengan Anggaran
Pendapatan Belanja Negara/Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBN/APBD).
Pengadaan barang/jasa pemerintah Indonesia merupakan salah satu
bentuk dari program pemerintah pusat maupun daerah.
Upaya mendukung
terwujudnya tata kelola kepemerintahan yang baik (good governance) dalam
penyelenggaraan negara dilakukan melalui praktik pengadaan barang/jasa di
Indonesia yang dilaksanakan melalui cara-cara profesional, terbuka, dan
bertanggungjawab. Penetapan Peraturan Presiden No 54 Tahun 2010, tentang
Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang ditindaklanjuti
dengan pengenalan danpenggunaan pengadaan barang/jasa melalui internet (eprocurement)
merupakan salah satu pedoman penting dalam proses tata kelola pemerintahan yang
baik. Secara garis besar,
Perpres 54 /2010 mengatur:
a. bagaimana kegiatan pengadaan harus dilakukan
(BAB VI Perpres 54) yaitu pengguna anggaran atau kuasa pengguna anggaran
menyusun anggaran,melalui swakelola (BABV), yaitu pengadaan barang/jasa yang
pekerjaannya direncanakan, dikerjakan, dan/atau diawasi sendiri oleh K/L/D/I
sebagai penanggung jawab anggaran, instansi pemerintah lain dan/atau kelompok
masyarakat, melalui barang/jasa yang dibutuhkan,
b. kegiatan pengadaan tersebut harus
mempertimbangkan, memperhatikan, dan berdasarkan hal-hal sebagai berikut:
- tata nilai pengadaan
(BAB II Perpres 54/2010)
- para pihak dalam
pengadaan barang/jasa (BAB II Perpres 54/2010)
- penggunaan barang/jasa
produksi dalam negeri (BAB III Perpres 54/2010)
-
peran serta usaha kecil (BAB VIII Perpres 54/2010)
-
pengadaan barang/jasa melalui pelelangan/seleksi internasional (BAB IX Perpres 54/2010)
- pengadaan
barang/jasa yang dibiayai dengan dana pinjaman/hibah luar negeri (BAB X Perpres
54/2010)
-
keikutsertaan perusahaan asing dalam pengadaan barang/jasa (BAB XI Perpres
54/2010)
-
konsep ramah lingkungan (BAB XII Perpres 54/2010)
-
pengadaan secara elektronik (BAB XIII Perpres 54/2010)
Prinsip-Prinsip Pengadaan Barang dan Jasa
Prinsip-prinsip yang harus
diterapkan dalam pengadaan barang/jasa pemerintah sebagaimana tertuang pada
bagian penjelasan pasal 5 atas Perpres 54 Tahun 2010 yaitu efisien,efektif, transparan, terbuka, bersaing, adil/tidak diskriminatif, dan akuntabel.
Good Governance
Penyebab terjadinya
kebocoran dalam pengadaan barang/jasa di Indonesia selain tidak diterapkannya
prinsip-prinsip dasar pengadaan, adalah karena diabaikannya penyelenggaraan
tata kelola pemerintahan yang baik (Good Governance).
Menurut Wihandono (2004),
kendala yang dijumpai dalam pelaksanaan transparansi dan lelang proyek
pembangunan dengan cara persaingan pasar adalah: (1) transparansi dengan
pembatasan-pembatasan, misalnya rahasia negara, (2) masih ada sebagian
masyarakat yang tidak mengerti sistem dan prosedur lelang proyek pembangunan,
dan (3) persaingan pasar dapat membuka peluang terjadinya kolusi, korupsi, dan
nepotisme.
Menurut Purwanto dkk
(2008) berbagai persoalan yang muncul dalam pengadaan barang dan jasa
secarakonvensional selama ini dapat diklasifikasikan sebagai berikut: (a)
Minimnya monitoring;(b) Penyalahgunaan wewenang; (c) Penyimpangan Kontrak; (d)
Kolusi antara Pejabat Publik dan Rekanan; (e) Manipulasi dan Tidak Transparan;
(f) Kelemahan SDM.
E-Procurement
Inovasi dalam Proses Pengadaan Barang dan Jasa
Publik
Barang publik memiliki
karakteristik yang berbeda dengan barang privat. Oleh karenanya, dalam proses pengadaan barang publik yaitu pasar menjadi tanggung jawab negara
baik secara nasional maupun regional, penjual dan pembeli memiliki posisi yang
sejajar, pengadaan di sektor publik wajib transparan karena dana yang digunakan
bersumber dari rakyat, dan akuntabilitas ditekankan pada eksternalitas dan
dampak sosialnya terhadap masyarakat.
Sistem Pengadaan Secara
Elektronik (SPSE) dikembangkan oleh Pusat Pengembangan Kebijakan Pengadaan
Barang/Jasa - Bappenas pada tahun 2006 sesuai Inpres nomor 5 tahun 2004 tentang
Percepatan Pemberantasan Korupsi. Pelaksanaan e-procurement disesuaikan
dengan kepentingan pengguna barang/jasa dan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.Tujuan e-Procurement adalah: (1)
Memudahkan sourcing, proses pengadaan, dan pembayaran; (2) Komunikasi On-line
antara Buyers dengan Vendors; (3) Mengurangi biaya proses dan
administrasi pengadaan; (4) Menghemat biaya dan mempercepat proses.
E–procurement merupakan
sistem baru yang dikembangkan dari proses pengadaan secara manual ke elektronik
berdasarkan UU No. 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Pelaksanaan, e-procurement dilakukan secara elektronik yang berbasis
web/internet dengan memanfaatkan fasilitas teknologi komunikasi dan informasi. Hal ini perlu diberlakukan untuk
menghindari pertemuan antara pengguna dan penyedia sesedikit mungkin (faceless)
sehingga kemungkinan untuk saling bersekongkol bisa diminimalkan.
Keunggulan dan manfaat e-procurement
a. Efektif dan Efisien
E-procurement (e-Proc)bisa
mempercepat proses tender. Jika dengan cara konvensional proses tender memerlukan
waktu 36 hari, maka lewat e- procuremnet hanya perlu waktu 18-20 hari. Pelaksanaan
implementasi e-procurement akan tersebar secara mandiri dilingkungan
pemerintah pusat dan daerah oleh masing-masing instansi yang bersangkutan.
Sistem aplikasi yang digunakan bersifat Open Source, Free License, Free of
Charge, and Full Support. E-Proc juga menghemat anggaran,semua data kualifikasi peserta
tender sudah tersimpan secara otomatis di database LPSE, sehingga ketika
mengikuti tender, peserta tidak perlu menyiapkan data kualifikasi dan meng-uploadnya
setiap kali hendak mengikuti tender on-line. Peserta tender cukup upload
1 (satu) kali dan tinggal mencentang dokumen yang dibutuhkan atau
dipersyaratkan oleh instansi penyelenggara pengadaan. Berdasarkan waktu,
mengikuti tender on line cukup menghemat waktu, peserta tender tinggal
menyiapkan dokumen penawaran dan dokumen teknis saja. Kegiatan aanwidzing atau rapat penjelasan juga dilakukan
secara on-line. Peserta tender
bisa bertanya
pada panitia pengadaan yang nantinya akan dijawab di web-site itu juga.
Dokumen penawaran pun dimasukkan secara online dengan cara upload.
b. Persaingan yang sehat dan nondiskriminatif
Praktek
dalam e-Proc memicu persaingan yang sehat dan nondiskriminatif. Hal ini mendukung terciptanya iklim
investasi nasional yang kondusif. Dengan pelaksanaan pengadaan barang dan jasa yang
lebih transparan, fair dan partisipatif akan mendukung persaingan usaha yang
semakin sehat di setiap wilayah. Tidak ada pengaturan pemenang lelang serta
hilangnya sistem arisan antar pelaku usaha, pelaku usaha yang besar tidak dapat
menekan pelaku usaha kecil untuk tidak berpartisipasi dalam tender, serta
pelaku usaha di semua tingkatan tidak dapat menekan lembaga pemerintah untuk memenangkannya
dalam tender. Pelaksanaan lelang diatur dalam suatu sistem yang transparan, akuntabel,
dan meniadakan kontak langsung antara panitia dengan penyedia barang dan jasa.
c. Transparan dan akuntabel
Transparansi memberikan
jaminan pada masyarakat melalui persebaran informasi kebijakan sehingga
memudahkan masyarakat dan stakeholders untuk melakukan kontrol atas penyelenggaraan pemerintahan.
Semangat awal dibangunnya e-procurement adalah untuk membangun
transparansi dan menutup celah terjadinya macam-macam penyelewengan.Sistem ini
telah mengurangi peran pihak pihak yang
terlibat dalam penerimaan, pencatatan, maupun pendistribusian persyaratan
administrasi lelang yang dapat menimbulkan kemungkinan terjadinya kolusi. Melalui e-procurement, rekanan
tidak perlu datang berkali-kali, karena semua bisa diakses melalui
internet.Rekanan yang datang harus menunjukkan berkas-berkas asli untuk
dicocokkan dengan yang sudah dikirim lewat internet.Sistem ini dapat mengurangi
tatap muka antara rekanan dan panitia lelang sehingga kecurigaan terjadinya kecurangan
dapat dihindari.Pelaksanaan lelang diatur dalam suatu sistem yang transparan,
akuntabel, dan meniadakan kontak langsung antara panitia dengan penyedia barang
dan jasa.
d. LebihAman
E-Proc mampu
menjaga faktor kerahasiaan dokumen penawaran antar vendor/penyedia barang jasa.Proses
digitalisasi e-procurement juga ditekankan pada keamanan data yang
mengacu pada confidentiality, integrity, aviliability, authenticatication,
non repudiation dan access control. File yang telah terenkripsi
tidak akan bisa dibuka sebelumtanggal yang ditetapkan terlebih lagi jika kunci harus
dibuka oleh lebih satu orang panitia.
Kelemahan menggunakan e-Procurement
Kelemahan dari lelang
dengan sistem on- line ini terletak pada server yang down dan website
yang tidak bisa diakses dalam waktu sekian jam.Jika hal ini terjadi,
peserta tender bisa gagal melakukan upload dokumen penawaran
karena telah melewati batas waktu yang telah ditentukan.Kelemahan
lainnya adalah saat aanwidzing, tidak semua pertanyaan peserta tender
mendapat jawaban dari panitia lelang, sehingga adakalanya peserta lelang
tidak melengkapi persyaratan lelang dan berakibat panitia menggugurkan
peserta lelang.Kelemahan lainya adalah system tidak bisa mendeteksi
kualitas dari suatu barang yang ditawarkan hanya berdasarkan harga penawaran,
sehingga kualitas barang yang diberikan/dihasilkan tidak sepenuhnya
memuaskan.
Pelaksanaan Teknis e-Procurement
Tahap implementasi teknis e-Proc
merupakan tahapan proses pengadaan secara elektronik yang telah
dioperasionalkan oleh LPSE di wilayah kerja masing-masing, sesuai mekanisme dan
prosedur yang telah ditetapkan dalam peraturan. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan
dalam proses implementasi e-Proc. Pedoman umum dalam teknis pelaksanaan e-Proc
antara lain:
1. Operasionalisasi
layanan on-linebagi penyedia barang/jasa memerlukan panduan dalam mengikuti
tahapan lelang on-linedibantu dalam bentuk layanan Integrated Help
Desk.
2. Bekerjasama dengan kelompok penyedia
barang/jasa golongan ekonomi lemah/perusahaan kecil membangun Pusat layanan
data e-Proc, sehingga akses perusahaan kecil untuk mengikuti pelaksanaan
e-Proc tersedia dengan mudah.
3. Melakukan
koordinasi dengan stakeholders dalam hal ini asosiasi penyedia barang/jasa
maupun lembaga penyedia barang/jasa konstruksi nasional dan daerah.
4. Pelaksanaan
lelang dikoordinasikan oleh LPSE.
5. Satuan
kerja mandiri menetapkan paket pekerjaan yang akan dilelang dan dilaksanakan
secara e- Proc dengan memanfaatkan portal tersebut. Seluruh dokumen
pengadaan barang/jasa diinput ke dalam portal tersebut.
6. Paket
pekerjaan yang dilelang diumumkan olehmasing-masing unit Satuan Kerja.
7. Penyedia barang/jasamelakukan
registrasi pada portal resmi e-Proc dengan menyertakan alamat e-mail dan
NPWP perusahaan. Portal akan menjawab secara otomatis melalui e-mail yang
sudah dimasukan dan member password.
8. Password berfungsi untuk kunci pembuka bagi usermengikuti
proses lelang selanjutnya (mengisi data kualifikasi dan paket pekerjaan yang
diminati) sebagai salah satu fungsi kemanan data dalam proses lelang.
9. Penyedia barang/jasa sebelum Aanwijzing dapat men-download dokumen
pengadaan barang/jasa.
10. Penyedia barang/jasa memilih paket pekerjaan yang
ditawarkan sesuai dengan kualifikasi yang dimiliki dan selanjutnya mengajukan
penawaran harga yang secara otomatis dienkripsi oleh software portal.
11.
Pembukaan dokumen penawaran hanya dapat dibuka oleh Panitia Lelang
masing-masing unit satuan kerja sesuai setting waktu pembukaan sampul
disitus e-Proc yang selanjutnya mengadakan evaluasi untuk menentukan
pemenang lelang.
12. Seluruh
peserta lelang dan masyarakaat dapat melihat hasil evaluasi atas penawaran yang
telah dilakukan pada portal e-Proc tersebut.
Pelaku e-Procurement dan Aktivitasnya
Ada
beberapa pihak yang ikut terlibat dalam proses pelaksanaan lelang, pihak
tersebut antara lain:
1. Publik, adalah badan usaha/perusahan yang berminat
untuk menjadi peserta lelang.
2. PPE
(Pusat Pelayanan Elektronik) yaitu pejabat yang bertugas untuk mengangani
pendaftaran publik menjadi rekanan.
3. Certificate
Agent (CA): bertugas untuk memberikan jaminan keamanan baik kepada rekanan maupun
panitia.CA juga memberikan kepastikan kepada rekanan bahwa dokumen penawaran yang
dikirimkannya tidak dapat dibuka oleh panitia sebelum tanggal yang ditentukan.
4. Agency:
institusi yang ikut dalam LPSE Nasional (misalnya kementerian negara, pemerintah
propinsi).
5. Verifikator: Merupakan pejabat yang bertugas untuk
menangani pendaftaran publik menjadi
rekanan.
6. PPK
(Pejabat Pembuat Komitmen/Pejabat Pelaksana Kegiatan) adalah pejabat yang
bertanggung jawab atas pelaksanaan barang/jasa.
7. Panitia, adalah tim yang bertanggung
jawab untuk melaksanakan pemilihan penyedia barang/jasa di setiap instansi yang
akan melakukan pengadaan barang/jasa. Tugas-tugasnya antara lain: menyusun
lelang dan upload dokumen lelang; meminta persetujuan PPK atas klasifikasi
lelang; melakukan Aanwijzing; membuat Addendum (jika ada revisi
dokumen lelang);men-download dokumen lelang;melakukan evaluasi dokumen
penawaran; mengusulkan calon pemenang.
8.
Rekanan/Penyedia Barang dan jasa adalah peserta lelang yang ikut berpartisipasi
sebagai peserta lelang. Tugasnya: melakukan registrasi; mengirim kualifikasi
perusahaan; mendaftar lelang dan mendownload dokumen lelang; mengirim
pertanyaan (jika perlu saat aanwijzing); upload dokumen penawaran; memberi sanggahan jika
perlu.
Alur Proses e-Procurement
Secara umum, alur proses aplikasi Layanan Pengadaan
Secara Elektronik (LPSE) terbagi menjadi 3 bagian besar, yaitu:
1. Pendaftaran rekanan. Untuk dapat
mengikuti lelang melalui aplikasi LPSE, terlebih dahulu perusahaan harus
mendaftar untuk menjadi rekanan. Proses pendaftaran untuk menjadi rekanan ini
melibatkan Publik (perusahaan yang akan menjadi rekanan), PPE (Pejabat Proses
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah secara Elektronik), dan Certificate Agent.
2. Persiapan
lelang. Terdapat kegiatan pembentukan panitia lelang, pembuatan lelang, dan
pengumuman lelang kepada rekanan melalui aplikasi LPSE. Persiapan
lelangmelibatkanAgency, Pejabat Pembuat Komitmen/Pejabat Pelaksana
Kegiatan (PPK)
3. Lelang.
Proses lelang dapat dilakukan dengan beberapa metode antara lain:
a. Pascakualifikasi
yaitu lelang metode pascakualifikasi dengan satu file melibatkan Rekanan,
Pantitia, dan Pejabat Pembuat Komitmen/Pejabat Pelaksana Kegiatan (PPK). Alur
proses lelang metode pascakualifikasi dengan satu file.
b. Prakualifikasi dengan
Dua File.Lelang metode prakualifikasi dengan dua file melibatkan
Rekanan, Pantitia, dan
Pejabat Pembuat Komitmen/Pejabat Pelaksana Kegiatan (PPK). Alur proses lelang
metode prakualifikasi dengan dua file.
c.
Prakualifikasi dengan Dua Tahap.Lelang metode prakualifikasi dengan dua tahap
melibatkan Rekanan, Pantitia, dan Pejabat Pembuat Komitmen/Pejabat Pelaksana
Kegiatan (PPK).
4. KESIMPULAN
Secara garis besar dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut :
1. Dengan menggunakan sistem pengadaan
barang dan jasa secara elektronik akan meminimalisir resiko
terjadinya berbagai celah pelanggaran lelang dan keributan dan meminimalisir anggaran serta lebih efektif
dan efisien.
2. Komitmen
yang kuat dari semua pihak terutama para kepala daerah dan pejabat teras untuk menciptakan
pengadaan barang dan jasa di lingkungan pemerintah yang lebih menyejahterakan bangsa
serta efisien melalui pelelangan secara on-line. Selain menghasilkan
pekerjaan yang lebih berkualitas, lelang secara on-line juga diharapkan mengurangi kebocoran
anggaran.
3. Dukungan
SDM yang memiliki kapasitas untuk dapat menjadi pelopor dalam menginisiasi
adopsi LPSE di daerah.
4. Payung
hukum yang jelas untuk membentuk LPSE. Keberadaan LPSE akan menimbulkan implikasi
keuangan publik yaitu: untuk pengadaan teknologi, membentuk working group ataupun
struktur organisasi yang baru dan berdampak luas pada masyarakat.
5. Kesiapan infrastruktur dan teknis
teknologi yang memadai agar LPSE dapat berjalan dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
Hyman,
N. David, Public Finance: A Contemporary Application of Theory to Policy, 8-
edition, United States
of America: South-Western, 2005.
LKPP.2010.
Modul 1 Pengantar Pengadaan Barang/Jasa di Indonesia. Lembaga Kebijakan
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. http://www.lkpp.go.id
Mangkoesoebroto,
Guritno. 1993. Ekonomi Publik, Edisi Ketiga, Yogyakarta:
BPFE,
Presiden RI.
2010. Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 54 tahun 2010. Pengadaan
barang/ Jasa Pemerintah.
Purwanto,
Erwan Agus, dkk (2008), E-Procurement di Indonesia. Lembaga Kebijakan
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
Ruki,
Taufiequrrahman. 2006. Pengadaan Barang/ Jasa untuk kepentingan Pemerintah.
Pidato
Pembukaan Seminar
Pengadaan Barang/ Jasa yang diselenggarakan oleh KPK dan KPPU.
Wihandono, Basuki Edi. 2004. Transparansi Lelang
Proyek sebagai Sarana Menuju Good
Governance. Thesis.
Universitas Diponegoro. Semarang.