Infolink

Thursday 3 April 2014

KEGAGALAN DAN PENYIMPANGAN PASAR TANAH

Kegagalan pasar tanah terwujud dalam bentuk: 1) akumulasi pemilikan tanah oleh segelintir orangàmenyebabkan sulitnya akses tanah pada sebagian besar yang lain; 2) Dampak lingkungan; hilangnya tanah-tanah dengan nilai lingkungan dan budaya yang tinggi. Selain itu, fakta bahwa sebagian besar kaum miskin kota sulit mendapatkan akses ke tanah membuktikan kegagalan atau penyimpangan tanah. Oleh karena itu, diperlukan intervensi publik/pemerintah untuk mengkoreksi kegagalan/penyimpangan pasar tanah. Intervensi ini dapat dilakukan melalui beberapa instrumen: 1) instrumen ekonomi; 2) instrumen hukum; 3) instrumen langsung; dan instrumen alternatif. 

KASUS : 
1.   AKSES TANAH UNTUK KAUM MISKIN KOTA
  1. Tanah merupakan elemen dasar pembangunan rumah; tanah merupakan entry point dalam proses pembangunan rumah;
  2. Isu utama tanah untuk kaum miskin kota seringkali bukan “availability” melainkan “accessibility” (termasuk juga affordability);
  3. Akses tanah menyangkut tiga aspek: 1) aspek ekonomi (harga tanah); 2) aspek hukum (legalitas-formalitas); 3) aspek sosial-politik;
  4. Kesulitan akses tanah bagi kaum miskin merupakan bukti dari “kegagalan” pasar tanah;
  5. Sulitnya akses tanah bagi kaum miskin (dari tiga aspek) menyebabkan terjadinya proses-proses informal-illegal dalam penguasaan, pemilikan, dan pemanfaatan tanah;
  6. Proses yang informal/illegal ini dimungkinkan karena ketidak jelasan status, pemilikan, pemanfaatan, dan kontrol terhadap tanah-tanah kota.
2. LEGALITAS DAN FORMALITAS DALAM PENGUASAAN, PEMILIKAN, DAN   PEMANFAATAN TANAH
  1. Legalitas berarti sesuai hukum dan perundangan yang berlaku (rule of law);  informalitas tidak selalu identik dengan ilegalitas;
  2. Rule of law adalah ujud dari satu kesepakatan sosial antar warga masyarakat (social contracts);
  3. Persoalannya adalah bahwa di negara-negara berkembang (khususnya bekas koloni) hukum/law tidak bisa begitu saja dipandang sebagai ujud dari ‘social contracts)—hukum seringkali dilihat sebagai ‘alat’ penguasa untuk melanggengkan kekuasaanya;
  4. Legalitas dan ilegalitas mengandung dimensi sosial, kultural, sekaligus politis; tidak dapat begitu saja dilihat secara hitam-putih (hukum diatas kertas);
  5. Legalitas dan ilegalitas tidak bisa dilihat secara hitam-putih, ada area abu-abunya yang sangat kompleks;
  6. Legalitas biasanya terkait dengan ‘security’ (security of tenure) à security of tenure menentukan kemauan untuk melakukan investasi; meskipun demikian yang terjadi adalah adanya ‘perceived security’
  7. Perceived security tergantung tidak dari ‘hukum di atas kertas” melainkan hukum yang berlaku di realitas.
3.   SQUATTING PROCESS/AKSES TANAH SECARA INFORMAL/ILLEGAL
1. Proses: dapat dilakukan secara incremental maupun seketika; dapat dilakukan secara organik maupun terencana;
2. Pelaku: dapat dilakukan secara individual maupun terorganisir; dapat berlangsung smooth maupun dengan konflik/kekerasan; biasanya terdiri dari kelompok-kelompok tertentu;
3.  Motivasi: dapat sepenuhnya karena kebutuhan (land hunger), dapat sosial, dapat ekonomis, dapat politis;
4.  Lokasi: pada sekitar pusat-pusat kegiatan ekonomi baru, mengikuti perkembangan kota;
5.  Objek yang dituju: tanah “marginal” baik dari segi hukum, lokasi, maupun kontrol;
6.  Produk/outcome: dapat teratur dapat tidak;

Akan tetapi, terdapat beberapa konsekuensi informal akses ke tanah yaitu :
  1. Kualitas di bawah standard;
  2. Tidak mendapat pelayanan infrastruktur yang layak;
  3. Tidak ada jaminan sekuritas/keamanan;
  4. Sewaktu-waktu dapat digusur;
  5. Tidak dapat dijadikan agunan;
  6. Menciptakan ketergantungan pada pemerintah;
  7. Penegakan hukum tidak berjalan.
Sedangkan keuntungan akses tanah secara informal yaitu :
  1. Akses mudah dan murah;
  2. Dapat dilakukan secara bertahap;
  3. Distribusi tanah perkotaan (keadilan sosial);
  4. Mengurangi kemungkinan gejolak sosial.

Ada beberapa tindakan/respon pemerintah terhadap akses tanah secara informal tersebut antara lain dengan cara :

  1. HOSTILITY: gusur, razia, teror dll.
  2. IGNORANCE: pura-pura tak tahu, tutup mata, kadang baik, kadang buruk
  3. RECOGNITION: pengakuan, mengakui fakta dan realita, tapi tak bertindak apa-apa
  4. ACCEPTANCE: meneriman, lebih positip, mungkin membantu
  5. SUPPORT: mendukung, membantu dengan langsung maupun melalui enabling factors
  6. PROTECTED: melindungi, membantu sepenuhnya.
Harry Potter - Golden Snitch

,