Infolink

Wednesday 19 March 2014

PENGELOLAAN EKONOMI DAERAH DALAM PERSPEKTIF KEPALA DAERAH SEBAGAI CHIEF EXECUTIVE OFFICERS (CEO’s)



Dengan adanya otonomi daerah, muncul paradigma baru dalam pengelolaan daerah, dimana pengelolaan kabupaten/kota harus dilakukan secara profesional selayaknya perusahaan yang berbentuk holding company. Aset Pemda baik berupa BUMD maupun kekayaan alam lainnya harus dikelola seperti pengelolaan perusahaan swasta dengan fokus pada optimalisasi profit, disamping aspek sosial sebagai public good tetap harus diperhatikan dari sisi yang lain. Pengelolaan aset ini mengarah pada privatisasi karena dengan ini aset Pemda benar-benar dapat dioptimalkan.
1.  Teori dan praktek privatisasi di Inggris
Chartered Institute of Public Finance and Accountancy (CIPFA) dan Audit Commision (AC) dari Inggris dalam teorinya Strategic Management menerapkan dua prinsip yaitu :”VFM test” (value for money test) dan “3 E’s” (economic, effective and efficient) pada pengelolaan aset agar mengarah pada privatisasi. Pengelolaaan aset disini disamakan dengan pengelolaan bisnis pada umumnya dimana dengan input yang sesedikit mungkin diperoleh hasil tertentu, atau dengan input tertentu diperoleh hasil yang sebesar-besarnya. Hal ini sewjalan dengan prinsip-prinsip ekonomi. Juga dilakukan efisiensi terhadap biaya operasional pengelolaan aset sehingga benar-benar efisien dan penggunaan properti benar-benar sesuai dengan tujuannya (efektif).
Pengelolaan aset disini juga diarahkan pada kapitalisasi sebagai penerapan dari  prinsip “income producing land and property”atau “valu for money” sudah menjadi pertimbangan utama. Good management is defined in terms of the initiatives –in this instance the audit and review- that nor only allow the measurement of land and property in terms of ‘monetery value’, but which also lead to the ‘minimum’ amount of expenditure of the management of  related good and services.
Strategic management yang mengarah pada privatisasi tersebut pada era 1990-an telah berhasil mengangkat Inggris ekonomi dan sekaligus meletakkan pondasi baru bagi pembangunan ekonomi Inggris.
2.  Pentingnya Kejelasan Mengenai Privatisasi untuk Mengurangi Pro dan Kontra yang Menghambat Program Privatisasi
Pro kontra dalam privatisasi, disamping disebabkan karena kegagalan pelaksanaan privatisasi, juga disebabkan pengetahuan yang minim tentang privatisasi itu sendiri.
2.1. Sejarah Privatisasi
Sejarah privatisasi diawali munculnya paham neoliberal yang dimotori oleh Friedrich Von Hayek dan Milton Friedman, dimana paham ini menumbangkan teori Keynes yang mengutamakan campur tangan pemerintah. Bagi kaum neoliberal, regulator penting dalam kehidupan ekonomi adalah pasar dan bukan pemerintah. Mekanisme pasar akan diatur oleh persepsi individu, serta pengetahuan para individu akan dapat memecahkan kompleksitas ketidakpastian ekonomi. Teori privatisasi berasal dari Inggris pada masa pemenrintahan Margaret Thatcher.
2.2.   Pelaksanaan Privatisasi di Indonesia
Pro dan Kontra privatisasi terjadi akrena kegagalan dalam pelaksanaan privatisasi misalnya pelaksanaan privatisasi pada tahun 2001 dimana target privatisasi tidak tercapai, padahal targetnya cukup realistis sebagai contoh, nilai aset Telkom mencapai Rp 30 Triliun, bila laku terjual 10% saja sudah bisa terkumpul Rp 3 triliun.
Melihat target yang realistis namun tidak tercapai, ditengarai ada yang salah dari pelaksanaan proses privatisasi. Kegagalan tersebut diakibatkan oleh:
1.      Waktu itu belum ada dasar hukum yang jelas dalam melakukan privatisasi (belum jelasnya UU BUMN yang mengatur tentang privatisasi)
2.      Banyaknya intervensi kepentingan politik dalam kebijakan privatisasi di BUMN;
3.      Kurang kondusifnya pasar modal di Indonesia;
4.      Proses privatisasi tidak dilakukan secara selektif, transparan dan akuntabilitasnya rendah;
5.      Belum diterapkannya teori privatisasi secara benar;
2.3.   Karakteristik, Klasifikasi dan Metode Pelaksanaan Privatisasi
Klasifikasi pengelompokan Usaha BUMN di Indonesia menurut Bank Dunia adalah sebagai berikut :
a.      Kelompok perusahaan yang menjual dan memproduksi barang-barang secara pasar bebas;
b.      Kelompok perusahaan yang mengelola infrastruktur;
c.      Perusahaan pelayanan publik
Pembagian BUMN secara lebih jelas dapat dirinci sebagai berikut :
a.      Kelompok perusahaan yang memproduksi barang yang laku dijual seperti pupuk, semen, kertas;
b.      Kelompok perusahaan yang tergolong bersifat strategis (BPIS) seperti PT. DI, PT. PAL, PT. PINDAD dan sebagainya;
c.      Kelompok perusahaan yang mengelola infrastruktur: PT. Telkom, PLN, Bandar Udara dan Pelabuhan Laut, Perusahaan Transportasi, PDAM, Perusahaan Daerah Persampahan;
d.      Perusahaan-perusahaan jasa pelayanan publik seperti bank dan institusi moneter lainnya, penerbangan, retail.

Metodologi privatisasi yang paling umum diterapkan adalah :
a.      Initial Public Offering (IPO)
Privatisasi ini adalah dengan jalan go public. “Option” ini cukup relevan untuk diterapkan di Indonesia. Dalam konteks IPO ini, yang paling penting dipenuhi adalah laporan kondisi keuangan dari BUMN itu sendiri. BUMN yang akan go public harus disehatkan terlebih dulu, antara lain dengan restrukturisasi.
b.      Private Placement /Trade Sales
Metode ini sering diterapkan dalam suatu kondisi BUMN yang tengah mengalami pembenahan kinerja operasionalnya, atau tengah memerlukan modal bagi pengembangan dalam rangka memenuhi tuntutan pasar. Dalam hal ini BUMN membutuhkan perbaikan teknologi, perbaikan manajemen dan suntikan modal.
c.      Metode-metode lainnya yaitu Joint Venture dan Private Sector participation in infra structure.

3.   Tantangan bagi Seorang CEO yang Memasuki Dunia Birokrasi
Seorang yang sudah berpola pikir chief executive officer (CEO) tidak mudah memasuki dunia birokrasi, sebab pola pikir CEO yang sudah terbiasa cepat, inovatif, dan fleksibel harus memasuki dunia yang serba birokratis sehingga berkesan lambat, konservatif dan kaku. Lingkungan birokrasi yang cenderung mengedapnkan wewenang untuk mencapai sesuatu, sangat lain dengan dunia swasta yang mengedepankan profesionalisme. Repotnya lagi terjadinya KKN antara birokrasi yang menjual wewenangnya dan swasta yang kurang profesional.
Profesionalisme, dimana segala sesuatu diukur secara obyektif, fair dan terukur, merupakan nilai yang dijunjung tinggi oleh para profesional. Ada beberapa alternatif  jabatan birokrasi seperti walikota dan bupati dijabat seorang yang berpola fikir CEO, yaitu :
3.1.CEO’s yang berasal dari kalangan profesional
Seorang profesional yang masuk dalam birokrasi harus seorang yang spesial bukan sekedar seorang profesional, melainkan juga sosok yang mempunyai komitmen moral terhadap bangsanya, sehingga apapun yang dihadapi akan tetap bertahan demi komitmennya tersebut.
3.2.CEO’s yang berasal dari kalangan wiraswasta
Keunggulan dari kalangan ini adalah bahwa mereka lebih ulet, karena bila tidak ulet mereka tidak akan sanggup menjadi pengusaha/ wiraswastawan besar. Bila yang dipilih dari kalangan ini, sebaiknya dipilih seorang pengusaha yang memulai usahanya dari kecil, bukan mereka yang ber karena pemrintah atau KKN.
3.3.CEO’s yang berasal dari kalangan birikrasi sendiri
Kalangan boirokrasi bukannya tidak bisa untuk dilatih berpola pikir CEO. Mereka justru mempunyai kelebihan pengalaman di dunia birokrasi, sehingga bila dapat bersikap profesional seperti seorang CEO maka dapat dikatakan ilmunya sudah lengkap untuk mengelola daerahnya secara optimal.
Harry Potter - Golden Snitch

,