Enron merupakan
perusahaan di Amerika Serikat yang bergerak di bidang energi. Enron ini
memiliki cakupan bisnis di antaranya adalah listrik, gas alam, pulp, kertas,
komunikasi dll. Enron ini awalnya merupakan rintisan dari Northern
Natural Gas Company yang didirikan tahun 1931 di Omaha, Nebraska. Enron
mengumumkan kebangkrutannya pada akhir tahun 2002. Tentu saja kebangkrutan ini
menimbulkan kehebohan yang luar biasa. Bangkrutnya Enron dianggap bukan lagi
semata - mata sebagai sebuah kegagalan bisnis, melainkan sebuah skandal yang
multidimensional, yang melibatkan politisi dan pemimpin terkemuka di Amerika
Serikat.. Adapun lembaga-lembaga
eksternal juga ikut bertanggung jawab terjadinya kasus tersebut. Diantaranya;
1. Auditor. Arthur
Andersen (satu dari lima perusahaan akuntansi terbesar) adalah kantor akuntan
Enron. Tugas dari Andersen adalah melakukan pemeriksaan dan memberikan
kesaksian apakah laporan keuangan Enron memenuhi GAAP (generally accepted accounting practices). Andersen, disewa dan
dibayar oleh Enron. Andersen juga menyediakan konsultasi untuk Enron, dimana
hal ini melebihi wewenang dari akuntan publik umumnya. Selain itu Andersen
mengalami konflik kepentingan akibat pembayaran yang begitu besar dari Enron, $5
juta untuk biaya audit dan $50 juta untuk biaya konsultasi.
2. Konsultan hukum.
Konsultan hukum Enron, khususnya Vinson & Elkins juga disewa oleh Enron.
Konsultan hukum ini bertanggungjawab untuk menyediakan opini hukum atas
strategi, struktur, dan legalitas umum atas semua yang dilakukan oleh Enron.
Sama dengan Andersen, saat ditanyakan mengapa tidak ikut menghalangi ide dan
aktivitas ilegal Enron, konsultan hukum ini menjelaskan bahwa Enron tidak
memberikan informasi yang lengkap, khususnya tentang kepemilikan di SPEs.
3. Regulator. Enron
sebagai perusahaan yang melakukan perdagangan di pasar energi diawasi oleh
Federal Energy Regulatory Commission (FERC), akan tetapi FERC tidak melakukan
pengawasan secara mendalam. Hal ini dikarenakan Enron melakukan aktivitasnya
dalam perdagangan listrik tidak di satu negara, yaitu antar negara.
4. Pasar ekuitas.
Sebagai perusahaan publik, Enron diharuskan mengikuti peraturan dari SEC. Akan
tetapi dalam pengawasannya SEC, tidak melakukan investigasi secara mendalam
atau melakukan konfirmasi ulang terhadap Enron. SEC hanya mengandalkan pada
testimoni yang dibuat oleh lembaga lain seperti auditor perusahaan (Arthur
Andersen). Sedangkan NYSE mengharuskan Enron memenuhi peraturan perdagangan di
NYSE. Berbeda dengan SEC, NYSE tidak hanya melakukan verifikasi firsthand.
5. Pasar
hutang. Enron, seperti
perusahaan lainnya menginginkan dan membutuhkan sebuah nilai rating. Sehingga
Enron membayar Standard & Poors
serta Moody’s untuk memberikan nilai rating. Rating ini dibutuhkan untuk
sekuritas hutang perusahaan yang diterbitkan dan diperdagangkan di pasar. Yang
menjadi masalah, perusahaan rating tersebut hanya melakukan analisis sebatas
pada data yang diberikan kepada mereka oleh Enron, operasional dan aktivitas keuangan
Enron. Terjadi perdebatan apakah perusahaan rating harus memeriksa total hutang
perusahaan atau tidak. Khususnya yang berkaitan dengan SPEs.
Tanggapan saya
mengenai kasus Enron adalah telah banyak terjadi perilaku tidak etis yaitu
adanya manipulasi laporan keuangan untuk menunjukkan seolah-olah kinerja
perusahaan baik. Andersen telah menciderai kepercayaan dari pihak stock
holder untuk memberikan suatu informasi yang adil mengenai
pertanggungjawaban dari pihak agen dalam mengemban amanah. Dalam kasus Andersen
diketahui terjadinya perilaku moral hazard diantaranya manipulasi
laporan keuangan dengan mencatat keuntungan padahal perusahaan mengalami
kerugian. Manipulasi keuntungan disebabkan keinginan perusahaan agar saham
tetap diminati investor. Hal ini terjadi akibat keegoisan satu pihak terhadap
pihak lain, dalam hal ini pihak-pihak yang selama ini diuntungkan atas penipuan
laporan keuangan terhadap pihak yang telah tertipu. Akibat ketidakjujuran,
kebohongan atau dari praktik bisnis yang tidak etis yang berimbas pada hutang
dan sebuah kehancuran yang menyisakan penderitaan bagi banyak pihak disamping
proses peradilan dan tuntutan hukum. Untuk itulah kode etik profesi harus
dibuat untuk menopang praktik yang sehat bebas dari kecurangan. Dari kasus ini memberikan
pelajaran bagi kita semua betapa sesungguhnya suatu tindakan yang dilandasi
dengan ketidakbaikan maka akhirnya akan menuai ketidakbaikan pula termasuk
kerugian bagi banyak pihak. Dan sepandai-pandainya tupai melompat, pasti akan
jatuh.
2.
PERBEDAAN MEMAKSIMUMKAN PROFIT DAN MEMAKSIMUMKAN
KEMAKMURAN PEMEGANG SAHAM
Kedua elemen ini memiliki orientasi yang
berbeda antara satu sama lain. Perbedaan ini didasarkan pada tujuan manajemen
keuangan perusahaan. Karena tujuan
manajemen perusahaan adalah untuk memaksimumkan kemakmuran pemegang saham bukan
memaksimumkan profit. Kalau memaksimumkan profit itu lebih berorientasi pada
jangka pendek, cenderung mengabaikan resiko dan tanggung jawab sosial.
Sedangkan memaksimumkan kemakmuran pemegang saham itu lebih berorientasi pada
kondisi perusahaan dalam jangka panjang. Artinya perlu adanya upaya untuk
memaksimumkan nilai sekarang untuk semua keuntungan di masa yang akan datang
yang akan diterima oleh pemilik perusahaan. Selain itu, memaksimumkan
kemakmuran pemegang saham berarti
lebih menekankan pada aliran hasil bukan sekedar laba bersih karena
memaksimumkan nilai/memaksimumkan kemakmuran berarti mempertimbangkan pengaruh waktu
terhadap nilai uang,
mempertimbangkan berbagai resiko terhadap arus pendapatan perusahaan dan
mutu dari arus dana yang
diharapkan diterima di masa yang akan datang mungkin beragam. Untuk mengukur tingkat efektifitas
suatu perusahaan maka
indeks yang tepat digunakan adalah nilai dari saham kepemilikan. Oleh karena itu, tujuan manajemen keuangan dinyatakan dalam
bentuk maksimalisasi nilai saham kepemilikan perusahaan/memaksimalisasikan harga saham.
Jika harga saham meningkat maka kemakmuran pemegang saham juga meningkat
sehingga nilai perusahaan juga meningkat. Memaksimumkan kemakmuran pemegang saham/pemilik perusahaan tidak
mengingkari adanya social objectives dan kewajiban social. Artinya
terdapat tanggung jawab sosial dimana keberhasilan memaksimumkan nilai perusahaan akan memberikan sumbangan
yang berarti kepada lingkungan sosial secara keseluruhan. Sehingga jika manajemen keuangan menuju pada
maksimalisasi harga saham, maka diperlukan manajemen yang baik dan efisien
sesuai dengan permintaan konsumen. Selanjutnya adanya dampak perusahaan
terhadap lingkungan eksternal
seperti adanya polusi,
keselamatan kerja, dan keamanan
produk. Dimana perusahaan yang berhasil selalu menempatkan efisiensi dan
inovasi sebagai prioritas, sehingga menghasilkan produk baru, penemuan
teknologi baru dan perluasan lapangan pekerjaan. Serta perusahaan harus dapat memaksimumkan
kemakmuran pemegang saham dalam kendala legal dan sosial dan bertanggung jawab
terhadap perubahan lingkungan.