Infolink

Friday 17 October 2014

PENGELOLAAN PENDAPATAN DAERAH BESERTA IMPLIKASINYA TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD)

        Pendapatan Daerah dalam struktur APBD masih merupakan elemen yang cukup penting Fungsinya baik untuk mendukung penyelenggaraan Pemerintahan maupun pemberian pelayanan kepada publik. Apabila dikaitkan dengan pembiayaan, maka pendapatan Daerah masih merupakan alternatif pilihan utama dalam mendukung program dan kegiatan penyelenggaraan Pemerintahan dan pelayanan publik di Kabupaten/Kota di Indonesia
Formulasi kebijakan dalam mendukung pengelolaan anggaran pendapatan Daerah akan lebih difokuskan pada upaya untuk mobilisasi pendapatan asli Daerah, dana perimbangan dan penerimaan Daerah lainnya. Kebijakan pendapatan Daerah Kabupaten/Kota di Indonesia tahun 2006-2010 diperkirakan akan mengalami pertumbuhan rata-rata sekitar kurang lebih 10 % dan pertumbuhan tersebut lebih disebabkan oleh adanya pertumbuhan pada komponen PAD dan komponen Dana Perimbangan.
Adapun alternatif sumber-sumber penerimaan Daerah antara lain berasal dari:
1. Intensifikasi dan Ekstensikikasi PAD
Dalam lima tahun mendatang, kemampuan keuangan Daerah Kabupaten /Kabupaten di seluruh Indonesia akan ditingkatkan dengan mengandalkan pada Kebijakan intensifikasi dan ekstensifikasi pemungutan retribusi dan Pajak Daerah. Namun demikian, kekuatan pembaharuan  yang diajukan sebagai  strategi barunya adalah pada aksentuasi manajemen pengelolaan dan audit kinerjanya.
2. Pengembangan Kerjasama dalam Menggali PAD
Dalam rangka mempertahankan dan meningkatkan kemampuan pembiayaan penyelenggaraan Pemerintahan dan pembangunan di Daerah, akan dikembangkan strategi baru yang tidak semata berorientasi pada intensifikasi maupun ekstensifikasi retribusi dan Pajak Daerah.
3. Pembentukan Perseroan Daerah
Strategi ketiga pengembangan kemampuan keuangan Daerah ialah dilakukan dengan memformulasikan regulasi-regulasi ekonomi baru terutama mengarah pada pembentukan berbagai perseroan Daerah serta merevitalisasi badan usaha Daerah yang sudah ada.
4. Penerbitan Obligasi dan Pinjaman Daerah
Disamping strategi konvensional pemungutan retribusi dan Pajak Daerah, kemampuan keuangan Daerah akan dikembangkan melalui bursa obligasi Daerah (Municipal Bond).
5. Kebijakan Umum Anggaran
Kebijakan umum penganggaran yang dicanangkan Pemerintah derah untuk lima tahun ke depan ditujukan untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas sistem penganggaran Daerah sesuai dengan Amanat Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.

TINJAUAN UMUM TENTANG PENDAPATAN ASLI DAERAH


1. Keuangan Daerah
Salah satu kriteria penting untuk mengetahui secara nyata kemampuan daerah dalam mengatur dan mengurus rumah tangganya adalah kemampuan self supporting dalam bidang keuangan. Sehubungan dengan pentingnya posisi keuangan ini, Pamudji menegaskan:
“Pemerintah Daerah tidak akan dapat melaksanakan fungsinya dengan efektif dan efisien tanpa biaya yang cukup untuk memberikan pelayanan dan pembangunan… Dan keuangan inilah yang merupakan salah satu dasar kriteria untuk mengetahui secara nyata kemampuan Daerah dalam mengurus rumah tangganya sendiri”.
Untuk dapat memiliki keuangan yang memadai dengan sendirinya daerah membutuhkan sumber keuangan yang cukup pula. Dalam hal ini  Daerah dapat memperolehnya melalui beberapa cara, yakni:  Pertama : mengumpulkan dana dari Pajak Daerah yang sudah direstui oleh  Pemerintah Pusat;  Kedua : melakukan pinjaman dari pihak ketiga, pasar uang atau bank  atau melalui Pemerintah Pusat;  Ketiga : mengambil bagian dalam pendapatan pajak sentral yang  dipungut Daerah, misalnya sekian persen dari pendapatan  sentralnya tersebut;  Keempat: menambahkan tarif pajak sentral tertentu, misalnya pajak kekayaan atau pajak pendapatan;  Kelima : menerima bantuan atau subsidi dari pemerintah pusat.
Undang-undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah,menjelaskan bahwa:
1.   Pendapatan asli Daerah (PAD) Daerah sendiri, yang terdiri dari:
  • Pajak Daerah
  • Retribusi Daerah
  • Pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan;
2.   Sumber PAD lainnya yang sah;
Dana perimbangan, yang terdiri dari:
  • Dana bagi hasil yang bersumber dari pajak dan sumber daya alam
  • Dana alokasi umum, yang dialokasikan berdasarkan persentase tertentu dari pendapatan dalam negeri neto
  • Dana alokasi khusus yang dialokasikan dari APBN
  • Lain-lain pendapatan Daerah yang sah, misalnya hibah dan dana darurat.
Dari ketentuan tersebut di atas maka pendapatan Daerah dapat dibedakan  ke dalam dua jenis yaitu: pendapatan asli Daerah dan pendapatan non-asli  Daerah. Sampai dengan saat ini, sumber-sumber pendapatan asli Daerah  terdiri dari: Pajak Daerah.Rochmad Sumitro mengemukakan  bahwa:
“Pajak ialah iuran rakyat kepada kas negara (peralihan kekayaan dari sektor partikelir ke sektor Pemerintahan) berdasarkan undang-undang (dapat dipaksakan ) dengan tidak mendapatkan jasa timbal (tegen presttie) untuk membiayai pengeluaran umum (publike uitgaven), dan yang digunakan sebagai alat pencegah atau pendorong untuk mencapai tujuan yang ada di luar bidang keuangan.”
Dari pendapat terdapat tersebut di atas terlihat bahwa ciri mendasar pajak adalah:
  1. Pajak dipungut oleh negara berdasarkan kekuatan dan/atau peraturan hukum dan lainnya.;
  2. Pajak dipungut tanpa adanya kontra prestasi yang secara langsung dapat ditunjuk;
  3. Hasil pungutan pajak digunakan untuk menutup pengeluaran negara dan sisanya apabila masih ada digunakan untuk investasi;
  4. Pajak disamping sebagai sumber keuangan negara (bugetair), juga berfungsi sebagai pengatur (regulair).
Sumber pendapatan Daerah yang penting lainnya adalah retribusi  Daerah. Pengertian retribusi secara umum adalah “pembayaran-pembayaran kepada Negara yang dilakukan oleh mereka yang  menggunakan jasa–jasa negara”.
Dari pendapat-pendapat di atas telihat bahwa ciri mendasar dari retribusi adalah:
  1. Retribusi dipungut oleh negara;
  2. Dalam pemungutan terdapat paksaan secara ekonomis;
  3. Adanya kontra prestasi yang secara langsung dapat ditunjuk;
  4. Retribusi dikenakan pada setiap orang/badan yang menggunakan jasa-jasa yang disiapkan negara.
2. Pertimbangan dalam Pungutan Retribusi
Pungutan retribusi langsung atau konsumen dalam praktekknya biasanya
dikenakan karena satu atau lebih dari pertimbangan-pertimbangan sebagai
berikut:
  1. Apakah pelayanan tersebut merupakan barang-barang publik atau privat,
    mungkin pelayanan tersebut dapat disediakan kepada setiap orang.
  2. Suatu jasa yang melibatkan suatu sumber daya yang langka atau mahal dan  perlunya disiplin Masyarakat dalam mengkonsumsinya.
  3. Ada beberapa jenis konsumsi yang dinikmati oleh individu bukan karena
    kebutuhan pokok sehingga lebih merupakan pilihan daripada keperluan.
  4. Jasa-jasa dapat digunakan untuk kegiatan-kegiatan mencari keuntungan disamping memuaskan kebutuhan-kebutuhan individual di kantor pos,telepon seluruhnya digunakan secara luas oleh industri
3. Tingkat Pengenaan Retribusi
Secara garis besar ada beberapa tingkatan pengenaan retribusi yang digunakan oleh Pemerintah terhadap Masyarakat, yaitu retribusi atas jasa-jasa pelayanan umum atas pemakaian langsung (pelayanan secara keseluruhan), retribusi untuk jasa-jasa pelayanan umum yang membutuhkan tingkat pengembalian biaya langsung (direct cost) yang berbeda, dan retribusi berdasar kewenangan tertentu Pemerintah Daerah atas penerimaan retribusi tersebut.

Friday 10 October 2014

Konsep Ekonomi Pembangunan Konvensional Menuju Konsep Ekonomi Pembangunan Berkelanjutan di Indonesia.

Dalam konsep ekonomi konvensional dikenal adanya kebebasan pasar (Laissez faire). Dalam hal ini tidak memperbolehkan intervensi pemerintah dalam operasi pasar. Kekuatan pasarlah yang akan menciptakan tatanan dan keharmonisan secara otomatis. Hal ini diperkuat oleh adam smith bahwa terdapat simetri antara kepentingan publik dan swasta. Konsep laisses faire kemudian dikoreksi oleh Keynes yang menyatakan bahwa setiap ekuilibrium pasar tidak selalu konsisten dengan kesempatan kerja penuh karena adanya ketidaksempurnaan pasar dan berbagai kekuatan. Untu itu diperlukan peran pemerintah lewat kebijakan fiskal dan moneter untuk menciptakan kesempatan kerja penuh. Akan tetapi, teori ini memiliki kelemahan yang sama dengan laissez faire, yaitu kalau laissez faire meletakkan tanggung jawab penciptaan kesempatan kerja penuh pada kebebasan pasar, lalu keynes meletakkan tanggung jawab itu sepenuhnya pada pundak pemerintah.
            Setelah teori keynes dianggap tidak mampu memecahkan permasalahan, terutama masalah pengangguran, maka muncul paham neoliberal yang berpendapat bahwa regulator yang penting dalam kehidupan ekonomi adalah pasar bukan pemerintah. Kebebasan individu merupakan keharusan mutlak dan pembukaan pasar seluas mungkin, dimana mekanisme pasar akan diatur oleh persepsi individu. Paham ini yakin bahwa pengetahuan para individu akan dapat memecahkan kompleksitas ketidakpastian ekonomi.
                 Paham neoliberal ini menyebabkan dunia didominasi oleh perusahaan transnational campanies (TNCs), dimana perusahaan trans/multinasional umumnya berbasis di negara-negara maju. Yang ternyata 1/3 perdgangan dunia didominasi oleh TNCs yang melakukan perdagangan antar mereka sendiri. Akibatnya TNCs telah berubah wujud menjadi kontrol tidak langsung dari dominasi yang dilakukan sebelum perang Dunia II oleh kekuatan kolonial.
                 Dengan demikian globalisasi yang sebenarnya dengan jargon persaingan bebas belum sepenuhnya terjadi, karena perusahaan-perusahaan TNCs telah diperburuk dengan ketidakbersihan operasional meraka, karena mereka telah menyogok negara-negara tempat mereka beroperasi termasuk negara-negara berkembang.Sehingga jika mereka ingin berinvestasi, maka akhir-akhir ini harus dilihat secara obyektif, apakah praktik-praktik kotor mereka masih berlanjut atau tidak.
                        Pertanyaan krusialnya adalah bagaimana tujuan-tujuan sosial dapat direalisasikan jika konsep laissez faire dan intervensi pemerintah telah gagal dan terbukti tidak efektif. Ilmu ekonomi tidak mempunyai jawaban atas pertanyaan krusial tersebut. Sehingga Reformasi sosial tidak dapat dilakukan dalam ilmu ekonomi positif karena adanya anathema terhadap penilaian dan komitmen yang dituntut pada kebebasan individu yang tidak terkekang. Oleh karena itu, hanya ada kalimat cateris paribus (suatu asumsi dalam ilmu ekonomi bahwa hal-hal lain dianggap tetap/tidak berubah) yang secara luas dipakai.
1.5.4    Konsep Ekonomi islam dan Pembangunan Berkelanjutan
            Falsafah yang sangat baik untuk menjadi dasar penerapan konsep ekonomi islam adalah kata-kata bijak dari Nigel Lawson yang menyatakan bahwa, “Manusia adalah hewan bermoral dan tak akan ada tatanan ekonomi atau politik yang bertahan lama kecuali didasarkan pada basis moral”. Sedangkan menurut Marshall Hodgson menyatakan bahwa, “ Jika islam dapat diperlihatkan mampu memberikan visi yang membuahkan dalam menerangi kesadaran modern, maka semua manusia tidak hanya kaum muslimin, akan dapat memetik bagian dari hasil-hasilnya”.
            Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa perbedaan konsep ekonomi konvensional dengan konsep pembangunan berkelanjutan yang ternyata sama dengan konsep ekonomi islam. Yang pada akhirnya yang ektrim pasti akan menemui kegagalan, konsep kapitalisme yang menyerahkan sepenuhnya proses pemerataan kesejahteraan manusia pada mekanisme pasar terbukti kurang berhasil. Begitu juga konsep sosialisme yang menyerahkan sepenuhnya kepada negara terbukti gaga di banyak negara karena konsep pembatasan kepemilikan untuk sesuatu yang dapat diperjuangkan secara individu adalah bertentangan dengan fitrah atau hak azazi manusia.
            Konsep ekonomi moderat yaitu memberikan kebebasan  dalam batas-batas tertentu dan tetap diatur sesuai dengan prinsip mengutamakan kesejahteraan terlebih dahulu, seperti zakat, infak, dll yang merupakan subsidi silang yang sangat komprehensif diharapkan akan menjadi jalan keluarnya. Akan tetapi tergantung sikap umat islam itu sendiri,  apakah lebih bijak dlam menyikapi orientasi global tersebut.
1.5.5    Konsep Ekonomi Islam dan Konsep Ekonomi Pancasila
            Konsep ekonomi pancasila mencoba menggali prinsip-prinsip dasar dalam perekonomian yang tertuang dalam pasal 33 UUD 1945 seperti prinsip kekeluargaan yang diwujudkan dalam bentuk koperasi. Dengan adanya amandemen pasal 33 ayat 4 dimasukkan unsur pembangunan berkelanjutan, secara otomatis konsep ekonomi pancasila juga merupakan konsep ekonomi berkelanjutan. Hal ini berarti konsep ekonomi pancasila sudah searah dengan konsep ekonomi islam.
            Pembahasan konsep ekonomi islam bukanlah pembahasan suatu ideologi tetapi konsep an sich. Memang tidak dapat dipungkiri bahwa ideologi suat negara mempengaruhi konsep ekonominya, namun konsep ekonomi islam tidak bertentangan dengan konsep ideologi pancasila. Konsep ekonomi islam justru berada di bawah naungan ideologi pancasila. Meskipun konsep ekonomi pancasila adalah buatan manusia, tetapi lebih abik dijalankan dengan pengertian seirama dan dapat menuju konsep ekonomi islam.

Sponsored by:
https://www.bestchange.com/?p=257044

Kronologis Kesepakatan Global tentang Pembangunan Berkelanjutan

Kepedulian global mengenai lingkungan dimulai dengan diselenggarakannya Konferensi PBB tentang lingkungan Hidup Manusia di Stockholm, 5-16 Juni 1972 yang dihadiri 113 negara yang menghasilkan Deklarasi tentang Lingkungan Hidup Manusia (Human Environment Declaration)/dikenal dengan Stockholm Declaration, Rencana aksi lingkungan hidup manusia, Rekomendasi tentang kelembagaan dan keuangan untuk menunjang pelaksanaan Rencana aksi bersih tersebut, serta pada koferensi ini juga menghasilkan bada PBB khusus yang mengurus masalah lingkungan hidup, yaitu United Nation Environment Programme (UNEP), yang berkedudukan di Nairobi, Kenya. Dalam konferensi ini ditetapkan hari lingkungan Sedunia (World Environment Day) pada tanggal 5 Juni.
Pertemuan Stockholm membawa kesadaran akan pentingnya lingkungan hidup, dimana pengelolaan sumber daya alam masih dianggap modal signifikan bagi pembangunan. Kesadaran ini pada tahun 1983 menghasilkan sebuah komisi independen yaitu Komisi Dunia untuk Lingkungan dan Pembangunan (Word Commision on Environment and Development/WCED). WCED memformulasikan agenda global untuk perubahan. Pertemuan pertamanya yaitu World Summit On Sustainable Development (WSSD) yang menghasilkan 2 konsep yaitu konsep kebutuhan terutama kebutuhan dasar dari dunia miskin, dan ide keterbatasan yang digagas oleh teknologi dan organisasi sosial atas kemampuan lingkungan untuk mempertemukan kebutuhan sekarang dan mendatang.
Konferensi PBB kedua diselenggarakan tahun 1992, di Rio de Janeiro, Brazil. Dengan pokok pembahasan lebih mencoba mengolaborasi konsep pembangunan berkelanjutan dalam aksi yang lebih konkret. Konferensi ini dikenal dengan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Bumi (Eart Summit) karena berhasil mendatangkan 100 pemimpin dunia dan perwakilan resmi dari 172 negara. Yang menghasilkan 5 perjanjian tingkat pemerintah yaitu Deklarasi Rio tentang Lingkungan Hidup, adenda 21, konvensi keanekaan hayati, konvensi perubahan iklim, dan prinsip-prinsip kehutanan.

WTO dan Pembangunan Berkelanjutan

Pembangunan berkelanjutan bertumpu pada 3 pilar atau dimensi yaitu ekonomi, sosial, lingkungan hidup, dimana ketiga pilar tersebut secara simultan diterapkan pada pengelolaan aset berupa sumber daya alam, infrastruktur dan sumber daya manusia. Akan tetapi pada praktiknya prinsip pembangunan berkelanjutan dalam WTO hanyalah pernyataan di atas kertas. Negara maju berupaya mendorong percepatan liberalisasi perdagangan yang kurang adil dan seimbang kerana berbagai persyaratan perdagangan produk, khususnya bidang lingkungan hidup, diterapkan tanpa mempertimbangkan kondisi penguasaan teknologi, akses pada teknologi akrab lingkungan, dan pendanaan bagi penguasaan teknologi akrab lingkungan.

Globalisasi dalam Kaitannya dengan Pembangunan Berkelanjutan dan Pembangunan Ekonomi

Globalisasi dan pembangunan berkelanjutan bukan berhubungan erat, melainkan memiliki hubungan sebab-akibat. Sulit diletakkan bahwa degradasi lingkungan yang terjadi di negara-negara berkembang sebagian besar merupakan tanggung jawab dari negara maju. Investasi oleh negara maju di negara berkembang telah menguras sumber daya alam yang melebihi kemampuan daya dukung dari sumber daya alam tersebut. Hal ini terjadi karena teknologi yang digunakan bukanlah teknologi yang akrab dengan lingkungan, tetapi teknologi yang telah ketinggalan zaman, teknologi yang tidak peduli terhadap dampak lingkungan. Sementara teknologi yang akrab lingkungan telah dilindungi oleh negara maju dengan Trade Related Aspects on Intellectual Property (TRIPs), sehingga bila diterapkan biayanya tidak terjangkau oleh negara-negara berkembang.

AGENDA EKONOMI DALAM MENGINGATKAN TUGAS PEMERINTAH DAN KALANGAN SWASTA


Secara garis besar ada beberapa agenda ekonomi penting dalam rangka mengingatkan kembali tugas pemerintah dan kalangan swasta dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Agenda ekonomi itu bisa dikelompokkan dalam beberapa aspek, yaitu:
1.    Aspek Pengelolaan Perekonomian Nasional, meliputi :
a.   Prinsip keadilan dan pemerataan dalam rangka pemberdayaan ekonomi rakyat maupun penegakan hukum di setiap bidang ekonomi
b.   Transparansi dan kejujuran yang menciptakan suatu good governance dalam pengelolaan ekonomi nasional.
c.       Pengembangan institusi dan kelembagaan yang credible dan capable menjawab tugas, tanggung jawab dan tantangan masa depan ekonomi bangsa.
d.   Koordinasi dan sinergi kerja yang berbasis kepada kesamaan visi, misi dan tujuan serta tanggung jawab berbangsa dan bernegara antar berbagai komponen bangsa yang terlibat
2.        Aspek Pemulihan Sektor Riil, meliputi :
a.   Prinsip pemberdayaan dalam berbagai hal yang meliputi peningkatan kapabilitas dan daya saing pelaku ekonomi, kebijakan ekonomi yang kondusif untuk pemulihan, dan pemulihan kepercayaan dunia internasional akan iklim ekonomi indonesia yang baik.
b.   Pemerataan dalam pemanfaatan aset-aset produktif bangsa dalam perspektif pemberdayaan dan optimalisasi harta kekayaaan negara (HKN) yang berlimpah namun belum sepenuhnya terkelolah dengan baik.
3.        Aspek Penyehatan Kondisi Keuangan
a.   Pemberdayaan kapabilitas keuangan negara dengan upaya penurunan defisit, peningkatan pendapatan, dan optimalisasi pemanfaatan keuangan negara.          
b.   Pengembangan prinsip transparansi dan tanggung jawab setiap penggunaan dan pemanfaatan dana publik.
c.   Penyehatan perbankan nasional dalam rangka mendukung pemulihan sektor riil maupun mengembalikan kepercayaan masyarakat kepada sistem perbankan nasional.
d.  Pemberdayaan institusi atau lembaga pengelola keuangan negara, mulai dari departemen, lembaga negara, BUMN/BUMD, badan-badan serta institusi lainnya.

Krisis Multi Dimensi dan Program Reformasi yang Dijalankan

 Krisis ekonomi pada pertengahan tahun 1997 disebabkan oleh fundamental ekonomi Indonesia yang rapuh. Kerapuhan tersebut disebabkan oleh 3 faktor, pertama, rapuhnya struktur fundamental perekonomian (seperti struktur ekonomi nasional yang didominasi oleh kondisi pasar yang sarat dengan monopoli, oligopoli dan kartel, lemahnya para pelaku ekonomi dalam organisasi/birokrasi, manajemen dinosaurus, inefisiensi, distorsi tabungan dan investasi, serta kebijakan pemerintah yang berubah-ubah, tidak konsisten, diskriminatif dan tidak transparan. Kedua, Kerapuhan pada pertumbuhan ekonomi. Hal ini disebabkan oleh tingkat pertumbuhan ekonomi selama ini adalah semua semu karena bertumpu pada pijaman jangka pendek, bukan pada peningkatan kemampuan teknologi dan inovasi. Oleh karena itu, kejatuhan rupiah menyebabkan meningkatnya beban utang berjangka pendek dalam mata uang asing (dolar AS). Ketiga, adanya neraca transaksi berjalan yang defisit. Antara lain permasalahan perbankan, kredit macet dan lain-lain, semuanya membawa dampak kepada peningkatan beban keuangan yang menyebabkan distorsi pasar dan macetnya distribusi keuangan yang merupakan darah bagi kehidupan roda ekonomi nasional.
                   Di sisi lain, krisis ekonomi disebabkan oleh rapuhnya fundamental politik nasional yang dicirikan oleh keamanan dan kesejahteraan (security and properity) yang pelaksanaan pemerintahan berakibat kekuasaan presiden yang powerfull dan melembaga dalam waktu lama, dan konsep good governance pemerintahan yang tenggelam oleh banyaknya manipulasi, KKN, sert penyimpangan kekuasaan (abused of power), Serta pendekatan kepada masyarakat yang semakin melemah dalam praktek pemerintahan dan pembangunan sehingga sebagian besar rakyat meras dirinya sebagai kaum tertindas.
Krisis ekonomi dan politik tersebut terus terakumulasi yang akhirnya berimbas kepada krisis sosial. Adapun krisis sosial yang muncul di tengah masyarakat dapat diidentifikasi menjadi beberapa bentuk :
1.    Krisis kepercayaan kepada kepastian hukum
2.    Krisis identitas dan persaudaraan berbangsa dan bernegara
3.    Krisis budaya dan etika

Pandangan Umum Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), permasalahannya pada Era Globalisasi

Menurut para Funding fathers ketika Indonesia memasuki masa-masa persiapan proklamasi kemerdekaannya tidak terlepas dari pilihan bentuk negara Indonesia yang merdeka. Untuk menentukan pilihan tersebut tidaklah mudah bagi para pendiri karena pilihan tersebut merupakan pilihan yang bijaksana, visioner dan memiliki perspektif yang dalam. Pada masa awal kemerdekaan isu persatuan dan kesatuan bangsa menjadi isu terpenting bagi proklamator RI Soekarno dan Mohammad Hatta. Tema yang ditekankan pada masa itu adalah penanaman kesadaran berbangsa, cinta tanah air dan sosialisme Bhenika Tunggal Ika. Akan tetapi, disana-sini terdapat gangguan berupa pemberontakan daerah atas pusat. Pemberontakan ini menjadi sebuah keharusan sejarah demi tercapainya kematangan negara kesatuan. Hanya saja pada masa orde baru, penanaman kesadaran persatuan dan kesatuan bangsa lebih dilakukan dengan cara represif, sehingga kesadaran sebagai bangsa yang bersatu dalam wadah NKRI menjadi artikulatif. Yang berdampak pada longgarnya rasa nasionalisme, hal ini terbukti ketika orde reformasi lahir tahun 1998. Pada masa itu, terdapat tuntutan di segala bidang kehidupan yang menjadi agenda terpenting, yang menghasilkan tuntutan kebablasan dengan munculnya beberapa daerah untuk merdeka.Ketidakpuasan daerah pada masa orde baru menjadi peletup tuntutan tersebut. Perasaan bahawa pusat menjarah, menindas, dan menjajah daerah kaya sumber daya alam melahirkan rasa ketidakadilan daerah pusat.
                   Ikatan kedaerahan yang terus menguat makin memperlemah rasa kesatuan berbangsa dan bertanah air.Tanpa mesti memakai media kekerasan, sementara waktu memang dapat dipahami tuntutan sebagian daerah karena ketidakpuasan mereka terhadap pusat. Ekpose atas ketidakpuasan tersebut memang diperlukan semata-mata untuk menyadaradarkan pusat bahwa rasa ketidakadilan daerah bukan lagi menjadi rahasia umum dan di atas kertas. Program  otonomi daerah,pusat benar-benar menyadari akan pentingnya pemerataan ekonomi dan keadilan sosial terhadap seluruh daerah. Terbukti dengan perlakuan pusat terhadap daerah Aceh dan Irian Jaya yang memberikan otonomi khusus kepada mereka ( 2 daerah yang berpotensi membentuk negara sendiri).
                   Contoh lain lepasnya pulau Sipadan dan Ligitan berdasarkan keputusan Mahkamah internasional harus dijadikan pelajaran berharga, karena hal ini bisa terjadi juga pada daerah-daerah lain. Lepasnya Timtim, pulau Sipadan dan Ligitan hanya diputuskan oleh seorang presiden dan secara administratif oleh pemerintah. Padahal masalah yang menyangkut hajad hidup orang banyak harus melibatkan DPR. Akan tetapi setelah kejadian DPR baru ribut dan menggunakan hak interpelasinya untuk menanyai presiden padahal semuanya sudah diputuskan mahkamah internasional.
                   Dalam kaitannya dengan otonomi daerah, otonomi daerah akan memeperkokoh NKRI. Sehingga struktur geografis yang terhampar luas dengan kemajemukan masyarakat perlu diakomodasi melalui desentralisasi untuk menciptakan efisiensi dan inovasi dalam pemerintahan, serta menjamin integrasi bangsa. Kekhawatiran penerapan otonomi daerah yang lausa akan menciptakan disintegritas bangsa sangat mengada-ada karena dalam sejarah di sejumlah negara di dunia belum pernah ada local goverment yang memberontak karena diberi otonomi. Sebaliknya, pemerintah daerah yang tidak memberi otonomi cenderung ingin berusaha lepas dari induknya. Dengan memberikan otonomi daerah kepada kelompok-kelompok masyarakat di wilayah masing-masing lokal dapat terakomodasikan. Dengan demikian akan terwujud within diversity dan diversity in unity.
                   Akan tetapi urgensi otonomi, dimana gelombang demokratisasi makin menyebar pada seluruh pemerintahan di dunia. Untuk menciptakan demokratisasi dalam pemerintahan, salah satu aspek yang ahrus dipenuhi adalah desentralisasi pemerintahan. Politik desentralisasi tersebut penting karena efisiensi dan inovasi  serta memberikan kesan adanya demokratisasi dalam pemerintahan.
            Konflik-konflik karena krisis politik tersebut, termasuk pula krisis ekonomi yang sudah melanda Indonesia sejak tahun 1997, diyakini dapat diatasi melalui rekonsiliasi nasional dengan melakukan program reformasi. Akan tetapi rekonsilisasi ini hanya berlangsung di pusat saja. Sehingga perlu adanya upaya untuk menyelesaikan konflik di daerah. Oleh karena itu lahirlah gagasan negara federal sebagai solusi untuk konflik-konflik yang terjadi di daerah. Negara federal hanya cocok dilaksanakan di negara-negara dengan karakteristik tertentu, dan nampaknya Indonesia belum memenuhi karakteristik tersebut.
            Dengan demikian untuk sementara NKRI adalah pilihan final yang membuat perhatian kita sebagai bangsa hanya tertuju untuk kemakmuran negara ini, mengurangi kemiskinan, dan menekan habis rasa ketidakadilan. Kedepannya konsep negara federal mungkin dapat dipertimbangkan kerena memang lebih menjamin keadilan, namun saat ini tidak ada pilihan lain kecuali mempertahankan NKRI.

Saturday 30 August 2014

Penetapan Tarif Retribusi Pasar Berdasarkan Pemulihan Biaya (Cost Recovery)



Menurut Makhfatih kebijakan penetapan tarif retribusi oleh pemerintah idealnya memastikan pemulihan biaya (cost recovery), dalam kondisi yang sesulit apapun. Penetapan tarif retribusi selain mempertimbangkan atas biaya, perlu juga mempertimbangkan faktor-faktor lain seperti daya beli masyarakat, dampak gangguan, dan lain sebagainya. Dalam praktek teori retribusi dapat dilakukan dengan tiga metode, yaitu metode  tarif dasar, kerelaan membayar dan perbandingan harga pasar.

            Menurut Makhfatih tarif retribusi merupakan perkalian tarif dasar dengan bobot kriteria. Menentukan tarif dasar dapat dilakukan dengan pendekatan biaya. Biaya merupakan segala pengeluaran yang dilakukan pemerintah untuk menyediakan objek retribusi. Biaya dapat dikelompokkan menjadi biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap merupakan biaya yang jumlah totalnya tidak dipengaruhi olehbesar kecilnya output, sedangkan biaya variabel adalah biaya yang jumlahnya berubah sesuai dengan perubahan tingkat output. Biaya total (TC) merupakan penjumlahan biaya tetap total (TFC) dan biaya variabel (TVC) atau TC=TFC+TVC. Salah satu teknik penetapan tarif dasar dengan pendekatan biaya adalah dengan menggunakan titik impas (break-even). Analisis ini digunakan untuk mengetahui volume penjualan minimum agar pemerinah tidak harus menanggung beban kerugian finansial. Pada kondisi titik impas, total penerimaan pemerintah (TR) dari retribusi sama dengan biaya total (TC) pengadaan retribusi atatau secara sistematis dapat dirumuskan sebagai berikut:

TR – TC = 0

            Jika penerimaan retribusi merupakan hasil perkalian tarif dasar (P) dengan jumlah layanan (Q) yang dimanfaarkan masyarakat atau TR = P x Q, dan biaya variabel rata-rata (b), maka kondisi titik impas dapat dirumuskan sebagai berikut:

(P x Q) – TFC – b.Q = 0

Maka tarif dasar retribusi dapat dirumuskan sebagai berikut:

P = (TFC/Q) + b

Keterangan:

TFC = biaya tetap rata-rata

P = tarif dasar

b = biaya variabel rata-rata

Q = jumlah layanan

Retribusi Jasa Umum



Menurut Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (2007: 46) kriteria  retribusi jasa umum yang dipungut oleh daerah sebagai adalah sebagai berikut:
1.        jasa tersebut termasuk dalam kelompok urusan pemerintahan yang diserahkan  kepada daerah dalam rangka pelaksanaan  desentralisasi;
2.        selain melayani kepentingan umum jasa tersebut memberi manfaat khusus
bagi orang pribadi atau badan yang diharuskan membayar retribusi;
3.        dianggap layak apabila jasa tersebut hanya disediakan atau diberikan kepada orang pribadi atau badan yang membayar retribusi;
4.        retribusi atas jasa tersebut tidak bertentangan dengan kebijaksanaan nasional  mengenai penyelenggaraan jasa tersebut;
5.        retribusi jasa tersebut dapat dipungut secara efektif dan efisien, serta  merupakan salah satu sumber pendapatan daerah yang potensial;
6.        memungkinkan penyediaan jasa tersebut dengan tingkat dan atau kualitas  pelayanan yang memadai.
Sementara jenis-jenis retribusi jasa umum terdiri dari:
1.        retribusi pelayanan kesehatan;
2.        retribusi pelayanan persampahan atau kesehatan;
3.        retribusi penggantian biaya cetak kartu tanda penduduk dan akte catatan sipil;
4.        retribusi pelayanan pemakaman dan pengabuan mayat;
5.        retribusi parkir di tepi jalan umum;
6.        retribusi pelayanan pasar;
7.        retribusi pengujian kendaraan bermotor;
8.        retribusi penggantian biaya cetak peta;
9.        retribusi pengujian kapal perikanan.

Teori retribusi



Sumber pendapatan daerah yang terpenting salah satunya adalah retribusi daerah. Menurut Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (2007: 43) definisi retribusi daerah menurut Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 dan Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001, adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. Retribusi merupakan harga yang dibayarkan oleh masyarakat atas pelayanan atau konsumsi barang/jasa yang secara khusus disediakan bagi masyarakat tertentu.
          Menurut Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (2007: 44) ada beberapa alasan mengapa pemerintah daerah mengenakan retribusi terhadap beberapa jenis pelayanan yang diberikan. Alasan utama pemerintah mengenakan retribusi adalah pertimbangan ekonomi. Selain itu, terdapat alasan lain pemerintah mengenakan retribusi daerah.
1.        Retribusi dapat memperbaiki alokasi sumber daya pemerintah secara signifikan.
2.        Retribusi dapat menjadi lebih adil dibandingkan dengan perpajakan dalam kondisi tertentu.
3.        Retribusi dapat membantu pemerintah daerah untuk melakukan diversifikasi sumber-sumber penerimaan daerah.   
Berdasarkan Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang perubahan atas  Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang pajak daerah dan retribusi daerah dan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang pajak dan retribusi daerah, retribusi digolongkan menjadi 3 (tiga) bagian, yaitu retribusi umum, retribusi jasa usaha, dan  retribusi perizinan tertentu. Menurut Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 14 Tahun 2010  dan Peraturan Daerah Yogyakarta Nomor 3 Tahun 2009, retribusi jasa umum adalah retribusi atas jasa yang disediakan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan. Kriteria retribusi daerah yang dapat dipungut oleh daerah memiliki kriteria yang berbeda-beda untuk setiap jenis retribusi.

Cost of Equity (Biaya Modal Sendiri)



Biaya modal saham merupakan tingkat hasil pengembalian atas saham biasa yang diinginkan oleh para investor. Salah satu metode yang dapat digunakan dalam perhitungan biaya modal laba ditahan, yaitu pendekatan Capital Aset Pricing Model (CAPM), dimana biaya modal laba ditahan adalah tingkat pengembalian atas modal sendiri yang diinginkan oleh investor yang terdiri dari tingkat bunga bebas risiko dengan premi risiko pasar dikaliikan dengan β (resiko saham perusahaan). Iramani  dan Febrian (2005).
Adapun variabel-variabel yang digunakan dalam penghitungan CAPM adalah sebagai berikut: 
1. Tingkat Suku Bunga Bebas Risiko ( Rf )
Tingkat suku bunga bebas risiko diambil dari suku bunga rata-rata Sertifikat Bank Indonesia (SBI) selama satu tahun. Rf  yang merupakan suku bunga obligasi pemerintah atau surat hutang pemerintah. 
2. Return Pasar ( Rm )
Return pasar dapat diketahui dengan menggunakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) per bulan untuk tiap-tiap tahun.
3. Resiko Sistematis ( β )
Perkiraan koefisien beta saham ( β ) digunakan sebagai indeks dan risiko saham beta. Perhitungan beta dilakukan dengan pendekatan regresi.

Risiko Investasi



Setiap investasi selain diharapkan memberikan return, juga memberikan risiko. Halim (2005, p.42) mengatakan bahwa risiko merupakan besarnya penyimpangan antara tingkat pengembalian yang diharapkan (expected return) dengan tingkat pengembalian actual (actual return). Semakin besar penyimpangannya berarti semakin besar tingkat risikonya. Menurut Halim (2005, p.43-44) jenis risiko berdasarkan konteks portofolio dibedakan menjadi dua, yaitu:
1.Risiko sistematis merupakan risiko yang tidak dapat dihilangkan dengan melakukan
diversifikasi, karena risiko ini dipengaruhi oleh faktor-faktor makro yang dapat mempengaruhi perusahaan secara keseluruhan dengan derajat yang berbeda-beda. Misalnya perubahan tingkat bunga, kurs valuta asing, kebijakan pemerintah, dan sebagainya
2. Risiko tidak sistematis merupakan risiko yang dapat dihilangkan dengan melakukan diversifikasi, karena risiko ini hanya ada pada satu perusahaan atau beberapa tertentu. Risiko ini besarnya berbeda-beda antara satu surat berharga dengan surat berharga yang lain, karena setiap perusahaan memiliki karakteristik risiko yang berbeda-beda. Karakteristik risiko yang berbeda-beda dipengaruhi faktor struktur modal, faktor struktur aset, tingkat likuiditas, dan tingkat return.

Menurut Halim (2005, p.51-52) jenis-jenis risiko yang timbul dan perlu dipertimbangkan dalam keputusan investasi, yaitu:
1. Risiko bisnis (business risk), merupakan risiko yang timbul akibat menurunnya kinerja perusahaan emiten yang tercermin pada penurunan laba perusahaan karena kesalahan manajemen perusahaan.
2. Risiko likuiditas (liquidity risk), risiko ini berkaitan dengan kemampuan surat berharga yang bersangkutan untuk dapat segera diperjualbelikan tanpa mengalami kerugian yang berarti.
3. Risiko tingkat bunga (interest rate risk), merupakan risiko yang timbul akibat perubahan tingkat bunga yang berlaku di pasar. Biasanya risiko ini berjalan berlawanan dengan harga-harga instrumen pasar modal. Misalnya suku bunga naik, harga obligasi cenderung turun.
4. Risiko pasar (market risk), merupakan risiko yang timbul akibat kondisi perekonomian negara yang berubah-ubah, dipengaruhi oleh resesi dan kondisi perekonomian lain.
Ketika indeks pasar surat berharga (security market index) meningkat secara terus-menerus selama jangka waktu tertentu, tren yang meningkat ini disebut bull market. Sebaliknya, ketika indeks pasar surat berharga turun secara terus-menerus selama jangka waktu tertentu, trend yang menurun ini disebut bear market. Kekuatan bull Market dan bear market ini cenderung memengaruhi semua surat berharga secara sistematis sehingga tingkat pengembalian pasar menjadi berfluktuasi

Suku bunga VS Pasar modal



Miller, RL dan Vanhoose, DD dalam Puspopranoto (2004:69) menyatakan bahwa bunga adalah sejumlah dana, dinilai dalam uang, yang diterima si pemberi pinjaman (kreditor), sedangkan suku bunga adalah rasio dari bunga terhadap jumlah pinjaman. Darmawi (2006:182) menyatakan beberapa faktor yang dapat mempengaruhi tingkat suku bunga yaitu harapan akan inflasi, jatuh tempo sekuritas atau kredit, keberadaan risiko pada peminjaman, risiko tentang penarikan sekuritas sebelum jatuh tempo, kemampuan pemasaran dan pajak.
Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Haryanto dan Riyatno (2003) yang menyebutkan bahwa tingkat suku bunga SBI terbukti mempengaruhi risiko sistematis saham perusahaan non manufaktur. Selain itu, hasil menunjukkan bahwa hubungan antara suku bunga SBI dan risiko sistematis saham adalah negatif. Suku bunga Sertifikat Bank Indonesia sering diidentikkan dengan aktiva yang bebas risiko artinya aktiva yang risikonya nol atau paling kecil. Semakin kecil suku bunga Bank Indonesia maka semakin besar risiko sistematik saham. Suku bunga bank Indonesia merupakan patokan dalam menentukan besarnya bunga kredit dan tabungan. Suku bunga SBI yang tinggi tidak menggairahkan perkembangan usaha-usaha karena mengakibatkan suku bunga bank yang lain juga tinggi. Sehingga rendahnya suku bunga SBI mengandung risiko lesunya ekonomi. Hal ini mengakibatkan tingginya risiko
berinvestasi di pasar modal.
Secara teoritis hubungan antara tingkat suku bunga dan kinerja pasar modal adalah negatif atau berbanding terbalik. Apabila tingkat suku bunga naik, akan mengakibatkan pasar modal mengalami penurunan dan sebaliknya apabila tingkat suku bunga turun, akan mengakibatkan pasar modal mengalami kenaikan. Kemudian jika dihubungkan dengan konsep investasi yang menyebutkan bahwa ”High Return High Risk, Low Return Low Risk”, maka ketika tingkat suku bunga tinggi akan mengakibatkan harga saham turun dan jika harga saham turun maka akan mengakibatkan return yang diterima investor menjadi berkurang. Return yang rendah akan mengakibatkan risiko investasi juga rendah.
Perubahan suku bunga bisa mempengaruhi variabilitas return suatu investasi. Jika suku bunga meningkat, maka harga saham akan turun, dan sebaliknya.Alasannya jika tingkat suku bunga lebih tinggi daripada tingkat pengembalian investasi saham, investor akan lebih tertarik untuk menanamkan kekayaannya dalam bentuk deposito. Menanamkan dana pada saham saat tingkat suku bunga tinggi akan menghilangkan kesempatan untuk memperoleh keuntungan yang lebih tinggi. Sebaliknya jika tingkat suku bunga mengalami penurunan sampai dengan batasan tingkat bunga yang rendah, maka para investor cenderung melakukan investasi pada saham di pasar modal dengan mengorbankan kesempatan untuk mendapatkan pengembalian bunga. Oleh karena itu, deposito merupakan investasi alternatif terhadap investasi saham oleh para investor.
Adanya kontribusi secara signifikan dari variabel ini menunjukkan berperannya informasi tentang perubahan variabel suku bunga terhadap risiko investasi atau dapat dikatakan bahwa investor memperhatikan tingkat suku bunga dalam menentukan risiko investasi pada suatu saham
Dengan memperhatikan hasil analisis yang berkaitan dengan rumusan masalah dalam penelitian ini, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: Tingkat suku bunga yang ditunjukkan oleh tingkat suku bunga SBI sebagai tingkat kenaikan bunga bebas risiko terbukti berpengaruh signifikan terhadap risiko investasi. Arah pengaruhnya sesuai/konsisten dengan teori yang menyatakan bahwa jika tingkat suku bunga tinggi, maka akan mengakibatkan harga saham turun dan risiko investasi menjadi menurun. Sebaliknya, jika tingkat suku bunga rendah, maka akan mengakibatkan harga saham naik dan risiko investasi menjadi meningkat.
Tingkat likuiditas perusahaan yang ditunjukkan oleh rasio lancar tidak berpengaruh signifikan terhadap risiko investasi. Hal ini berbeda dengan konsep yang menyebutkan bahwa risiko invetasi dimana risiko investasi dibagi menjadi dua yaitu risiko sistematis dan risiko tidak sistematis. Risiko tidak sistematis merupakan risiko yang dapat didiversifikasi dan dipengaruhi oleh faktor mikro. Faktor mikro dalam penelitian ini adalah tingkat likuiditas perusahaan yang diukur dengan rasio lancar.
Dalam praktek bisnis terdapat instrumen investasi yang dikategorikan sebagai investasi yang bebas dari risiko, seperti investasi pada obligasi pemerintah, deposito, dll. Disebut bebas risiko adalah karena risiko yang dipikulnya relatif kecil, hampir tidak ada. Risiko negara untuk gagal dalam membayar kupon obligasi atau membayar pokok obligasi pada saat jatuh tempo sangat kecil sekali, bahkan hampir tidak ada. Kalaupun ada, maka dapat dikatakan negara dalam keadaan bangkrut. Instrumen investasi yang seperti ini sering disebut sebagai asset yang bebas risiko (risk free assets).
Investasi bebas risiko tentunya memiliki tingkat return tertentu, yang sering disebut sebagai tingkat investasi bebas risiko (risk-free rate). “Risk-free rate : the rate of return on risk-free investments” (Keown, 2001, p 191)
Dalam melakukan investasi, kita dihadapkan pada risiko yang bermacam-macam (systematic risk dan unsystematic risk). Kita kemudian perlu mengetahui seberapa besar tambahan risiko yang kita tanggung, untuk kemudian kita perhitungkan dengan tingkat imbal hasil pendapatan (expected rate of return) yang kita harapkan. Tambahan risiko yang kita tanggung sering disebut sebagai premi risiko (risk premium). Risk premium is the additional rate of return we expect to earn above the risk-free rate for assuming risk. Dalam investasi, terdapat hubungan antara konsep required rate of return, risk-free rate, dan risk premium, yang tertuang dalam sebuah rumusan yaitu sebagai berikut:
Required rate of return = Risk-free rate + Risk premium
Jadi secara keseluruhan, kita dapat menyimpulkan bahwa required rate of return merupakan penjumlahan atas tingkat suku bunga bebas risiko (risk-free rate) dan premi risiko (tambahan risiko atas risk investment). Dengan demikian perubahan pada suku bunga bebas risiko dan premi risiko menentukan perubahan pada required rate of return atas suatu investasi.

Sponsored by:
https://www.bestchange.com/?p=257044
Harry Potter - Golden Snitch

,