Infolink

Monday 2 December 2013

KASUS ENRON

Enron merupakan perusahaan di Amerika Serikat yang bergerak di bidang energi. Enron ini memiliki cakupan bisnis di antaranya adalah listrik, gas alam, pulp, kertas, komunikasi dll. Enron ini awalnya merupakan rintisan dari Northern Natural Gas Company yang didirikan tahun 1931 di Omaha, Nebraska. Enron mengumumkan kebangkrutannya pada akhir tahun 2002. Tentu saja kebangkrutan ini menimbulkan kehebohan yang luar biasa. Bangkrutnya Enron dianggap bukan lagi semata - mata sebagai sebuah kegagalan bisnis, melainkan sebuah skandal yang multidimensional, yang melibatkan politisi dan pemimpin terkemuka di Amerika Serikat.. Adapun lembaga-lembaga eksternal juga ikut bertanggung jawab terjadinya kasus tersebut. Diantaranya;
1.     Auditor. Arthur Andersen (satu dari lima perusahaan akuntansi terbesar) adalah kantor akuntan Enron. Tugas dari Andersen adalah melakukan pemeriksaan dan memberikan kesaksian apakah laporan keuangan Enron memenuhi GAAP (generally accepted accounting practices). Andersen, disewa dan dibayar oleh Enron. Andersen juga menyediakan konsultasi untuk Enron, dimana hal ini melebihi wewenang dari akuntan publik umumnya. Selain itu Andersen mengalami konflik kepentingan akibat pembayaran yang begitu besar dari Enron, $5 juta untuk biaya audit dan $50 juta untuk biaya konsultasi.
2.      Konsultan hukum. Konsultan hukum Enron, khususnya Vinson & Elkins juga disewa oleh Enron. Konsultan hukum ini bertanggungjawab untuk menyediakan opini hukum atas strategi, struktur, dan legalitas umum atas semua yang dilakukan oleh Enron. Sama dengan Andersen, saat ditanyakan mengapa tidak ikut menghalangi ide dan aktivitas ilegal Enron, konsultan hukum ini menjelaskan bahwa Enron tidak memberikan informasi yang lengkap, khususnya tentang kepemilikan di SPEs.
3.      Regulator. Enron sebagai perusahaan yang melakukan perdagangan di pasar energi diawasi oleh Federal Energy Regulatory Commission (FERC), akan tetapi FERC tidak melakukan pengawasan secara mendalam. Hal ini dikarenakan Enron melakukan aktivitasnya dalam perdagangan listrik tidak di satu negara, yaitu antar negara.
4.      Pasar ekuitas. Sebagai perusahaan publik, Enron diharuskan mengikuti peraturan dari SEC. Akan tetapi dalam pengawasannya SEC, tidak melakukan investigasi secara mendalam atau melakukan konfirmasi ulang terhadap Enron. SEC hanya mengandalkan pada testimoni yang dibuat oleh lembaga lain seperti auditor perusahaan (Arthur Andersen). Sedangkan NYSE mengharuskan Enron memenuhi peraturan perdagangan di NYSE. Berbeda dengan SEC, NYSE tidak hanya melakukan verifikasi firsthand.
5.   Pasar hutang. Enron, seperti perusahaan lainnya menginginkan dan membutuhkan sebuah nilai rating. Sehingga Enron membayar  Standard & Poors serta Moody’s untuk memberikan nilai rating. Rating ini dibutuhkan untuk sekuritas hutang perusahaan yang diterbitkan dan diperdagangkan di pasar. Yang menjadi masalah, perusahaan rating tersebut hanya melakukan analisis sebatas pada data yang diberikan kepada mereka oleh Enron, operasional dan aktivitas keuangan Enron. Terjadi perdebatan apakah perusahaan rating harus memeriksa total hutang perusahaan atau tidak. Khususnya yang berkaitan dengan SPEs.

Tanggapan saya mengenai kasus Enron adalah telah banyak terjadi perilaku tidak etis yaitu adanya manipulasi laporan keuangan untuk menunjukkan seolah-olah kinerja perusahaan baik. Andersen telah menciderai kepercayaan dari pihak stock holder untuk memberikan suatu informasi yang adil mengenai pertanggungjawaban dari pihak agen dalam mengemban amanah. Dalam kasus Andersen diketahui terjadinya perilaku moral hazard diantaranya manipulasi laporan keuangan dengan mencatat keuntungan padahal perusahaan mengalami kerugian. Manipulasi keuntungan disebabkan keinginan perusahaan agar saham tetap diminati investor. Hal ini terjadi akibat keegoisan satu pihak terhadap pihak lain, dalam hal ini pihak-pihak yang selama ini diuntungkan atas penipuan laporan keuangan terhadap pihak yang telah tertipu. Akibat ketidakjujuran, kebohongan atau dari praktik bisnis yang tidak etis yang berimbas pada hutang dan sebuah kehancuran yang menyisakan penderitaan bagi banyak pihak disamping proses peradilan dan tuntutan hukum. Untuk itulah kode etik profesi harus dibuat untuk menopang praktik yang sehat bebas dari kecurangan. Dari kasus ini memberikan pelajaran bagi kita semua betapa sesungguhnya suatu tindakan yang dilandasi dengan ketidakbaikan maka akhirnya akan menuai ketidakbaikan pula termasuk kerugian bagi banyak pihak. Dan sepandai-pandainya tupai melompat, pasti akan jatuh.

2.        PERBEDAAN MEMAKSIMUMKAN PROFIT DAN MEMAKSIMUMKAN KEMAKMURAN PEMEGANG SAHAM
Kedua elemen ini memiliki orientasi yang berbeda antara satu sama lain. Perbedaan ini didasarkan pada tujuan manajemen keuangan perusahaan.  Karena tujuan manajemen perusahaan adalah untuk memaksimumkan kemakmuran pemegang saham bukan memaksimumkan profit. Kalau memaksimumkan profit itu lebih berorientasi pada jangka pendek, cenderung mengabaikan resiko dan tanggung jawab sosial. Sedangkan memaksimumkan kemakmuran pemegang saham itu lebih berorientasi pada kondisi perusahaan dalam jangka panjang. Artinya perlu adanya upaya untuk memaksimumkan nilai sekarang untuk semua keuntungan di masa yang akan datang yang akan diterima oleh pemilik perusahaan. Selain itu, memaksimumkan kemakmuran pemegang saham berarti lebih menekankan pada aliran hasil bukan sekedar laba bersih karena memaksimumkan nilai/memaksimumkan kemakmuran berarti mempertimbangkan pengaruh waktu terhadap nilai uang, mempertimbangkan berbagai resiko terhadap arus pendapatan perusahaan dan mutu dari arus dana yang diharapkan diterima di masa yang akan datang mungkin beragam. Untuk mengukur tingkat efektifitas suatu perusahaan maka indeks yang tepat digunakan adalah nilai dari saham kepemilikan. Oleh karena itu, tujuan manajemen keuangan dinyatakan dalam bentuk maksimalisasi nilai saham kepemilikan perusahaan/memaksimalisasikan harga saham. Jika harga saham meningkat maka kemakmuran pemegang saham juga meningkat sehingga nilai perusahaan juga meningkat. Memaksimumkan kemakmuran pemegang saham/pemilik perusahaan tidak mengingkari adanya social objectives dan kewajiban social. Artinya terdapat tanggung jawab sosial dimana keberhasilan memaksimumkan nilai perusahaan akan memberikan sumbangan yang berarti kepada lingkungan sosial secara keseluruhan. Sehingga jika manajemen keuangan menuju pada maksimalisasi harga saham, maka diperlukan manajemen yang baik dan efisien sesuai dengan permintaan konsumen. Selanjutnya adanya dampak perusahaan terhadap lingkungan eksternal seperti adanya polusi, keselamatan kerja, dan keamanan produk. Dimana perusahaan yang berhasil selalu menempatkan efisiensi dan inovasi sebagai prioritas, sehingga menghasilkan produk baru, penemuan teknologi baru dan perluasan lapangan pekerjaan. Serta perusahaan harus dapat memaksimumkan kemakmuran pemegang saham dalam kendala legal dan sosial dan bertanggung jawab terhadap perubahan lingkungan.

Harry Potter - Golden Snitch

,